Untuk anda yang
ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan klik
link dibawah ini!.
Download Makalah Fiqih (Macam-Macam Akad Sosial)
Download Makalah Lain :
Analisis Terhadap Psikologi Agama
Pengaruh Psikologi Agama Terhadap Perilaku Peserta Didik
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Power Point
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam fiqih Muamalah terdapat
berbagai akad,salah satunya adalah akad sosial. Akad dalam bahasa Arab berarti
pengikatan antara ujung-ujung sesuatu. Ikatan di sini tidak dibedakan apakah ia
berbentuk fisik atau kiasan. Sedangkan menurut pengertian istilah, akad berarti
ikatan antara ijab dan qobul yang diselenggarakan menurut ketentuan syariah di
mana terjadi konsekuensi hukum atas sesuatu yang karenanya akad
diselenggarakan. Sedangkan sosial berkenaan
dengan masyarakat: perlu
adanya komunikasi dalam usaha menunjang pembangunan ini; sosial juga
diartikan suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dsb. yang
akan menjadikan orang yang melakukan proses sosial akan selalu disukai orang dalam pergaulan.
Jadi, akad sosial adalah melakukan ikatan
dengan masyarakat untuk terjalinnya hubungan yang baik antara sesama manusia.
Macam-macam
Akad sosial dalam fiqih muamalah ada
tujuh, yaitu qordh, ‘ariyah, hibah, sedekah, hadiah, zakat, dan waqaf.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
‘ARIYAH
1.
Pengertian ‘Ariyah
Secara etimologi, ‘ariyah di
ambil dari kata ‘Aara, yang berarti datang dan pergi.
Secara
terminologi syara’, ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan ‘ariyah,
antara lain:
a.
Ibnu
Rif’ah berpendapat, bahwa ‘ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tepat zat nya,
supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
b.
Al- Malikiyah sebagaimana yang ditulis oleh
Wahbah Al Juhaili, ‘ariyah adalah
pemilikan atas manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.
c.
As syafi’iyah dan Hanabala, ‘ariyah adalah
pembolehan untuk mengambil manfaat suatu
barang tanpa adanya imbalan.
d.
Amir Syarifuddin, ‘Ariyah adaalah transaksi
atas manfaat suatu barang tanpa imbalan,
dalam arti sederhana ‘ariyah adalah menyerahkan suatu wujud barang untuk dimanfaatkan orang lain
tanpa adanya imbalan.
2.
Dasar Hukum ‘Ariyah
Menurut Wahbah Al Juhaili
tolong menolong dalam arti ‘ariyah atau pinjam meminjam sesuatu hukumnya
sunnah, sedangkan menurut Amir Syarifuddin, transaksi dalam bentuk ini hukumnya
boleh atau mubah sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan syara’. Adapun dasar
hukum diperbolehkannya bahkan disunahkannya ‘ariyah terdapat dalam ayat-ayat
Al-qur’an dan hadits diantaranya:
a.
Surat Al-Maidah ayat 2
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى
الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan
tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu
tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.
b. Hadits
Bukhori
“siapa
yang meminjam harta seseorang dengan kemauan membayarnya, maka Allah akan
membayarnya, dan barang siapa yang meminjam dengan kemauanya maka Allah akan
melenyapkan hartanya”.
3.
Rukun dan Syarat-syarat
‘Ariyah
Rukun ‘ariyah menurut
jumhur ulama ada empat, yaitu:
a.
Mu’ir
(orang yang meminjamkan)
b.
Musta’ir
(orang yang meminjam)
c.
Mu’ar
(barang yang dipinjam)
d.
Sighat
‘ariyah (lafal pinjaman)[1]
Syarat-syarat
‘ariyah sebagai berikut:
a.
Orang
yang neminjam ialah orang yang telah berakal dan cakap bertinndak hukum.
b.
Barang yang dippinjam bukan jenis barang
yang apabila dimanfaatkan akan habis atau musnah.
c.
Barang
yang dipinjamkan itu harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam.
d.
Manfaat
barang yang dipinjam itu termasuk manfaat yang mubah atau diolehkah oleh
syara’.[2]
B.
QORDH
1.
Pengertian Qordh
Dilihat dari maknanya, qordh identik dengan akad jual beli. Karena,
akad qordh mengandung makna pemindahan kepemilikan barang kepada pihak lain.
Secara harafiah, qordh berarti bagian, bagian harta yang diberikan kepada orang
lain. Sedangkan menurut istilah qordh (utang piutang) mempunyai arti penyerahan
harta berbentuk uang untuk dikembalikan pada waktunya dengan nilai yang sama.
2.
Hukum Qordh
Qordh
atau utang piutang adalah penyadiaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak
yang memberikan pinjaman yang mewajibkakn peminjam melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu.[3] Hukum
dari qordh adalah mubah/boleh. Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Hadid
ayat 11:
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا
فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Siapakah
yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
Begitu
juga dalam hadits:
“Ibnu Mas`ud meriwayatkan bahwa: Nabi SAW. Berkata: “Tidaklah
seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang
satunya adalah (senilai) shodaqoh”. (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hiban, dan Baihaqi).
3.
Rukun
Qordh
a.
Pihak
yang meminjam (muqtaridh).
b.
Pihak
yang memberikan pinjaman (muqridh).
c.
Dana
d.
Ijab
qabul (sighat).[4]
Skema transaksi Al-Qardh
1.
3.
Pengembalian Qardh
|
C.
HIBAH
1.
Pengertian Hibah
Secara bahasa kata hibah berasal dari bahasa Arab al-Hibah berarti
pemberian atau hadiah dan bangun (bngkit).
Berarti
hibah adalah pemberian hadiah kepada orang lain tanpa imbalan untuk mendekatkan
diri kepada Allah dimana orang yang diberi bebas menggunakan harta tersebut.
2.
Dasar Hukum Hibah
Para ulama fiqih sepakat bahwa hukum hibsh itu sunnah. Hal ini
didasari nash Al-Quran dan hadits nabi, diantaranya:
a.
QS. Al-Baqarah
ayat 177
وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ
“memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan
(memerdekakan hamba sahaya)”.
b.
Hadits Bukhori dan Muslim
“saling
memberi hadiahlah, maka kamu akan saling mencintai”.
3.
Rukun dan Syarat Hibah
Jumhur
ulama mengemukakan bahwa rukun hibah ada empat:
a.
Al-wahib
(Orang yang menghibahkan)
b.
Al-mauhub
(Harta yang dihibahkan)
c.
Lafal
hibah
d.
Mauhub
lahu (orang yang menerima hibah).
Syarat-syarat
Hibah adalah sebagai berikut:
a.
Syarat
orang yang menghibah (pemberi hiibah):
§ Memiliki sesuatu yang dihibahkan
§ Bukan orang yang dibatasi haknya
§ Dewasa, berakal dan cerdas
§ Tidak dipaksa
b.
Syarat
orang yang diberi hibah
Orang
yang diberi hibah benar-benar ada pada waktu diberi hibah, bila tidak ada maka
tidak sah hibah yang diberikan.
c.
Syarat
benda yang dihibahkan
§ Benar-benar benda itu ada ketika akad berlangsung
§ Harta itu memiliki nilai dan manfaat
§ Dapat dimilliki zatnya artinya benda itu sesuatu yang biasa untuk dimiliki, dapat diterima
bendanya dan dapat berpindah dari tangan ke tangan lain.
§ Harta yang dihibahkan itu bernilai harta
§ Harta itu benar-benar milik orang yang menghibahkan
§ Menurut Hanafiyah jika barang itu berbentuk rumah maka harus
bersifat utuh meskipun rumah itu boleh
dibagi. Tetapi menurut ulama Malikiyah,
Syafi’iyah dan Hanabilah membolehkan hibah berupa sebagian rumah
§ Harta yang hibahkan terpisah dari yang lainnya, tidak terkait
dengan harta atau hak lainnya.
D.
SEDEKAH
1.
Pengertian Sedekah
Secara
bahasa sedekah berasal dari bahasa arab صد قه yang secara bahasa bearti tindakan yang
benar.
Secara
terminologi (syara’), sedekah adalah sebuah pemberian seseorang secara ikhlas
kepada orang yang berhak menerimabyang diiringi juga oleh pahala dari Allah
SWT.
2. Dasar Hukum
Sedekah
Secara ijma’, ulama menetapkan hukum sedekah adalah
sunah. Di dalam al-Quran banyak ayat
yang menganjurkan agar kita bersedekah, di antaranya sebagai berikut:
QS. Al-Baqoroh ayat 280
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ
تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam
kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan sedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Selain dalam firman Allah, Rosul pun memerintahkan
agar umatnya bersedakah meskipun dalma jumlah yang sedikit.
‘’Lindungilah dirimu semua dari siksa api neraka
dengan bersedekah meskipun hanya dengan separuh biji kurma “.[5]
3. Rukun dan
Syarat Sedekah
Di antara rukun sedekah adalah sebagai berikut:
a. Pihak yang bersedekah
b. Penerima sedekah
c. Benda yang disedekahkan
d. Sighat[6]
E.
HADIAH
1.
Pengertian Hadiah
Hadiah
adalah suatu akad pemberian hak milik oleh seseorang kepada orang lain di waktu
ia masih hidup tanpa menharapkan imbalan dan balas jasa, namun dari segi
kebiasaan, hadiah lebih di motivasi oleh rasa terimakasih dan kekaguman
seseorang.
2.
Rukun dan Syarat Hadiah
Rukun
hadiah adalah sebagai berikut:
a.
Pihak
yang memberi hadiah.
b.
Pihak
penerima hadiah.
c.
Benda
yang dihadiahkan.
d.
Sighat
ijab kabul.
Syarat dari tiap-tiap rukun sama dengan syarat pada hibah.[7]
F.
ZAKAT
1.
Pengertian Zakat
Secara
arti kata zakat berasal dari bahasa arab dari akar kata زكى mengandung beberapa
arti seperti membersihkan, bertumbuh, dan berkah.
Secara terminologi hukum (syara’) zakat adalah
pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang yang tertentu menurut
syarat-syarat yang ditentukan.
2. Hukum dan
Dasar Hukum Zakat
Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban
yang di tetapkan untuk diri pribadi dan tidak dibebankan kepada orang lain,
walaupun dalam pelaksanaannya dapat diwakilkan kepada orang lain. Kewajiban
zakat itu dapat dilihat dari beberapa segi:
a.
Banyak sekali perintah Allah untuk membayarkan zakat dan
hampir keseluruan perintah berzakat itu dirangkaikan dengan perintah mendirikan
sholat seperti firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ
الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah sholat dan bayarkanlah zakatdan
ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
b.
Dari segi banyak pujian dan janji baik yang diberikan
Allah kepada orang yang berzakat seperti dalam surat al-Mukminun ayat 1-4:
قَدۡ
اَفۡلَحَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَۙ الَّذِيۡنَ
هُمۡ فِىۡ صَلَاتِهِمۡ خَاشِعُوۡنَ ۙ
وَالَّذِيۡنَ هُمۡ عَنِ اللَّغۡوِ
مُعۡرِضُوۡنَۙ وَالَّذِيۡنَ هُمۡ
لِلزَّكٰوةِ فَاعِلُوۡنَۙ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman
yaitu orang-orang yang khusu’ dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan
diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna dan orang-orang yang
menunaikan zakat”.
c.
Dari segi banyaknya ancaman dan celaan Allah kepada
orang yang tidak mau membayar zakat seperti dalam surat fussilat ayat 6-7:
ققُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ
مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا
إِلَيْه وَاسْتَغْفِرُوهُ ۗ
وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِين
الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
“Celakalah
orang-orang yang musyrik yaitu orang-orang yang tidak mau membayar zakat”.[8]
3. Rukun dan
Syarat Zakat
Diantara rukun Zakat adalah sebagai berikut:
a. Orang yang berzakat
b. Harta yang dizakatkan
c. Orang yang menerima zakat
Sedangkan syarat-syaratnya zakat adalah sebagai
berikut:
a. Syarat orang yang berzakat (muzakki) adalah
orang islam, baligh, berakal dan memiliki harta yang memenuhi syarat.
b. Syarat harta yang dizakatkan adalah harta
yang baik, milik yang sempurna dari yang berzakat, berjumlah satu nisob atau
lebih dan telah tersimpan selama satu tahun qomariyah atau haul.
c. Syarat orang yang menerima zakat adalah jelas
adanya.[9]
G.
WAKAF
1.
Pegertian Wakaf
Secara
etimologi, kata wakaf berarti al- habs (menahan), radiah (terkembalikan),
al-tahbis (tertahan), dan al-man’u (mencegah).
Menurut
syara’ banyak definisi yang di kemukakan oleh ulama di antaranya:
a.
Sayyid
Sabiq
“Menahan
harta dan menggunakan manfaatnya di jalan Allah SWT”.
b.
Taqiyuddin
Abu Bakr Muhammad Al-Husain
“Menahan
harta yanf kekal jazatnya untuk di ambil manfaatnya tanpa merusak
(tindakan)pada zatnyayang dibelanjakan manfaatnya di jalan kebaikan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT”.
Dari dua definisi di
atas dapat di tarik kesimpulan bahwa wakaf adalah menahan benda yang tidak
rusak (musnah) untuk di ambil manfaatnya bagi kepentingan yang di benarkan oleh
syara’ dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dari uraian di atas maka teerdapat beberapa
ketentuan dalam hal wakaf. Menurut Azhar Basyir ketentuan terssebut sebagai
berikut:
1.
Harta
wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan kepada orang lain) baik di jual
belikan, dihibahkan, ataupun diwariskan.
2.
Harta
wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3.
Tujuan
wakaf harus jelas (teranng).
4.
Harta
wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam harta wakaf.
5.
Harta
wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya yang tahan lama dan tidak musnah sekali
gunakan.
2.
Dasar Hukum Wakaf
Kedudukan
wakaf dalm islam sangat mulia. Wakaf dijadikan sebagai amalan utama yang sangat
dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dasar hukum
yang dapat dijadikan penguat pentingnya
wakaf dapat dilihat dalam al-Quran diantaranya:
a.
QS.
Al-Hajj ayat 77
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan
lakukanlah kebaikan semoga kamu beruntung”.
b.
QS.
Ali-Imron ayat 92
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Tidaklah
kamu memperoleh kebaikan sampai kamu menafkahkanapa yang kamu sukai”.
Selain dalam
firman Allah, nabi pun bersabda:
“
Jika manusia mati maka terputuslah semua amalnnya kecuali tiga yaitu sedekah
jariyah (yang terus menerus), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang
mendoakankepadanya”. (HR. Muslim)
3.
Rukun dan Syarat Wakaf
Ada
beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakaf:
a.
Wakif
(Ada orang yang berwakaf)
b.
Maukuf
(Ada yang diwakafkan)
c.
Maukuf
Alaihi (Tujuan wakaf)
d.
Sighat
Wakaf (Pernyataan)
Adapun syarat wakaf sebagai berikut:
a.
Wakaf
berlaku selamanya, tidak batasi oleh waktu tertentu
b.
Tujuan
wakaf harus jelas
c.
Wakaf
harus dilaksanakan setelah ada ijab dari yang mewakafkan
d.
Wakaf
merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya khiyar (membatalkan atau
melangsungkan wakaf ang telah dinyatakan) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
‘Ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tepat zat nya. pinjam
meminjam sesuatu hukumnya sunnah,
Qordh atau utang piutang adalah penyadiaan dana atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
peminjam dan pihak yang memberikan pinjaman yang mewajibkakn peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Hukum dari qordh adalah mubah/boleh.
hibah adalah pemberian hadiah kepada orang lain tanpa imbalan untuk
mendekatkan diri kepada Allah dimana orang yang diberi bebas menggunakan harta
tersebut.upaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Sedekah adalah sebuah pemberian seseorang secara ikhlas kepada
orang yang berhak menerimabyang diiringi juga oleh pahala dari Allah SWT.
Hukumnya adalah Sunnah.
Hadiah adalah suatu akad pemberian hak milik oleh seseorang kepada
orang lain di waktu ia masih hidup tanpa menharapkan imbalan dan balas jasa,
namun dari segi kebiasaan, hadiah lebih di motivasi oleh rasa terimakasih dan
kekaguman seseorang.
zakat adalah pemberian tertentu dari harta
tertentu kepada orang yang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan.
Hukum zakat adalah wajib ‘aini dalam arti kewajiban yang di tetapkan untuk diri
pribadi dan tidak dibebankan kepada orang lain,
Wakaf adalah menahan benda yang tidak rusak (musnah) untuk di ambil
manfaatnya bagi kepentingan yang di benarkan oleh syara’ dengan tujuan
memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar
Fiqih Muamalah. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Ghazaly, Abdul Rahman,DKK. Fiqh Muamalat. 2010. Jakarta:
Kencana Prenada Media
Group.
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: FiqhMuamalah. Jakarta:
Kencana.
Syarifudin, Amir. 2003. Garis-garis
besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media.
Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan
Syariah . Jakarta: Zikrul Hakim.
[1] Abdul Rahman Ghozaly, Ghufron Ihsan,
dan Sapiudin, Fiqh Muamalat(Jakarta: Kencana PerdanaMedia Group, 2010),
hlm. 247-249.
[2] ibid, h.
250.
[3] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar
Fiqih Muamalah(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010),hlm.254
[4] Sunarto
Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003), hlm. 27-28.
[5] Abdul Rahman Ghazaly,DKK, Fiqh
Muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 149-150.
[6] Mardani, Fiqh
Ekonomi Syariah: FiqhMuamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 344.
[9] Ibid, hlm. 40.
[10] Abdul Rahman Ghazali,dkk, Op.cit.,hlm.
175-179.
Post a Comment