Untuk anda yang ingin
mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan klik link dibawah
ini!.
Download Makalah Sejarah Pendidikan Islam (Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Pada Masa Umayyah II di Spanyol)
Download Makalah Lain :
Analisis Terhadap Psikologi Agama
Pengaruh Psikologi Agama Terhadap Perilaku Peserta Didik
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Power Point
BAB
I
PENDAHULUAN
Ketika Islam telah mulai memasuki kemunduran didaerah semenanjung
Arab, bangsa-bangsa Eropa justru mulai bangkit. Kebangkitan tersebut bukan
hanya dalam bidang politik, dengan keberhasilan Eropa mengalahkan
kerajaan-kerajaan Islam akan tetapi juga berkembang pada bidang ilmu
pengetahuan dan pendidikan. Dalam bidang pendidikan itulah yang mendukung keberhasilan
di negara-negara Eropa. Kemajuan-kemajuan ini tidak bisa dilepaskan dari peran
Islam saat menguasai Spanyol.
Ketika Islam mencapai masa keemasannya, kota Cordova dan Granada di
Spanyol merupakan pusat-pusat peradaban yang sangat penting di Spanyol.
Masyarakatnya hidup dengan aman, penuh dengan kedamaian dan toleransi yang
tinggi, kebebasan untuk berimajinasi dan adanya ruang yang luas untuk
mengekspresikan jiwa-jiwa seni dan sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Lembaga Pendidikan Islam di Andalus (Spanyol)
1.
Kuttab
Kuttab di Andalus lebih maju dari yang ada di Baghdad dan Damaskus.
Kuttab termasuk lembaga pendidikan rendah yang sudah tertata dengan rapi saat
itu, sehingga kuttab-kuttab memiliki banyak banyak tenaga pendidik dan
siswa-siswanya. Di lembaga ini, para siswa mempelajari berbagai macam disiplin
ilmu pengetahuan selain ilmu agama seperti bahasa, sastra dan kesenian.[1]
2. Madrasah
Pada saat madrasah berkembang pesat diberbagai belahan dunia Islam,
terutama di wilayah Timur, istilah madrasah masih tidak dikenal di Andalusia.
Sistem pengajaran masih diselenggarakan di masjid-masjid. Charles Stanton,
seperti dikutip oleh Hanun, mengungkapkan bahwa madrasah tidak dikenal di
Andalusia karena mayoritas muslim di Andalus menganut Madzhab Maliki yang
konservatif dan tradisional.
Pertumbuhan
lembaga-lembaga Islam tergantung kepada keluarga penguasa, terutama khalifah
yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan keilmuan di Granada, Sevile, dan
Cordoba. Fikih merupakan inti kurikulum, namun mereka lebih menekankan kepada
Madzhab Maliki daripada madzhab-madzhab lainnya. Hal ini juga berlaku pada saat
menentukan tenaga pengajar dan kurikulum yang akan diterapkannya. Peran
khalifah dan penasihat-penasihat dekatnya amat dominan, karena khalifah dan
keluarganya amat menentukan dalam penyediaan dana dan arah kegiatan lembaga
pendidikan di Andalusia.[2]
Namun, ketika umat Islam berkuasa di Andalus (Spanyol) mereka kemudian mendirikan madrasah yang tidak sedikit jumlahnya guna menopang
pengembangan pendidikannya madrasah-madrasah itu tersebar di seluruh daerah
kekuasaan Islam, antara lain: Qurthubah (Cordova), Isybiliah (Seville),
Thulaithilah (Toledo), Granathah (Granada) dan sebagainya.[3] Pada pertengahan abad ke-14, sebuah bangunan
madrasah yang besar didirikan di Granada oleh penguasa Nasrid, yaitu Yusuf Abu
al-Hjjaj pada tahun 750 H/1349 M.[4]
3.
Perguruan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol merupakan pelopor peradaban
dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan abad ke delapan sampai akhir
abad ke tigabelas. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan
ilmu pengetahuan Islam dapat ditransmisikan ke Eropa. Bani Umayyah yang berada dibawah kekuasaan
Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali
penghargaan kepada para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cordova
berdampingan dengan Masjid yang didirikan oleh Abdurrahman III yang selanjutnya
menjadi lembaga pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan
tinggi lainnya di dunia. Universitas Cordova ini menandingi dua universitas lainnya yaitu Al-Azhar Kairo dan Nizhamiyah Baghdad.[5]
Universitas ini juga menarik minat para siswa Kristen dan Muslim tidak hanya dari
Spanyol tetapi juga dari wilayah-wilayah lain di Eropa, Afrika dan Asia.
Al-Hakam memperluas masjid di universitas itu, memasok air kesana melalui
pipa-pipa timah, juga menghiasi masjidnya dengan mosaik-mosaik
yang dibawa oleh para seniman Bizantium dan
menghabiskan biaya 261.537 dinar dan 1 ½ dirham. Ia mengundang profesor dari
Timur ke universitas itu, dan menyiapkan anggaran untuk gaji mereka. Diantara
para profesor itu adalah para profesor itu adalah sejarawan Ibn Al-Qutsiyah,
yang mengajar tata bahasa, dan filolog terkemuka dari Baghdad, Abu Ali Al-Qali.
Selain itu, universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi
sekitar empat juta buku.[6]
Universitas Cordova memiliki beberapa jurusan seperti
astronomi, matematika, dan kedokteran, sebagai tambahan untuk jurusan teologi
dan hukum. Setiap tahun mahasiswa yang diterima disana bisa mencapai jumlah
ribuan dan ijazah yang dikeluarkan memberi peluang kepada mereka untuk
mendapatkan jabatan tinggi di kerajaan.[7]
Selain universitas Cordova terdapat juga Universitas
Sevilla, Malaga dan Granada. Di universitas ini diajarkan ilmu kedokteran,
teologi, hukum Islam, kimia dan lain-lain.[8]
Masing-masing universitas memiliki perpustakaan yang dibangun
berdampingan dengan gedung universitas. Perpustakaan besar berada di Cordova
yang pembangunannya dipelopori oleh Muhammad I kemudian diperluas oleh Abd
Ar-Rahman III, lalu menjadi perpustakaan terbesar dan terbaik ketika Al-Hakam
II menyumbangkan koleksi pribadinya.[9]
4. Perpustakaan
Sebagai Sarana Pendukung
Disamping lembaga pendidikan, pemerintah juga menyediakan
prasarana-prasarana yang mendukung. Diantaranya adalah fasilitas perpustakaan
pada universitas yang telah disebutkan di atas. Untuk itulah para Khalifah Bani
Umayyah di Andalus telah berupaya menyisihkan dana kas negara untuk membangun
berbagai sarana pendukung tersebut secara intensif. Hal ini dapat dilihat dari
upaya khalifah Abdurrahman III membangun perpustakaan di kota Granada hingga mencapai
600.000 jilid buku. Upaya yang sama juga dilakukan khalifah Al-Hakam yang juga
membangun perpustakaan terbesar di seluruh Eropa pada masa itu dan pada masa
sesudahnya.[10]
Ambisi dan ketertarikan para khalifah ini telah diakui oleh
ahli-ahli sejarah Barat dengan mengatakan bahwa Al-Hakam II begitu juga dengan
pendahulunya kurang berambisi dan tidak menginginkan peperangan. Mereka lebih tertarik dan gemar ketenangan. Waktunya kebanyakan
diperuntukkan dalam mendalami kesusasteraan. Para wakil-wakilnya ditugaskan
untuk menulis dan mencari buku-buku di dunia Timur (Baghdad), atau melakukan
sejumlah penerjemahan karya-karya klasik. Bahkan ia sendiri sering menulis
surat pada setiap penulis untuk menjual karangannya tersebut kepada khalifah
Spanyol. Ia tidak segan-segan mengeluarkan dana yang cukup besar bagi usahanya
itu, yang penting ia bisa memiliki karya-karya yang ada. Dengan koleksi-koleksi
tersebut kemudian ia serahkan di perpustakaan, baik perpustakaan pribadi maupun
perpustakaan umum, untuk dapat dibaca oleh setiap orang. Dengan prasarana
inilah menjadikan Cordova khususnya dan Spanyol secara umum berkembang dengan
pesatnya.[11]
Ambisi untuk mendirikan perpustakaan, bukan hanya dilakukan oleh
para khalifah saja. Akan tetapi, ambisi tersebut juga telah dimiliki oleh
setiap masyarakat Spanyol Islam. Mereka mengoleksi berbagai buku bukan untuk
kepentingan dirinya saja, akan tetapi ia wakafkan untuk dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat umum, seperti yang dilakukan oleh Abdul Mutrif, seorang hakim di
Cordova. Ia telah mengoleksi berbagai buku-buku langka. Ia juga memperkerjakan
enam orang karyawan untuk menyalin buku-buku tersebut sehingga dapat
disebarluaskan pada masyarakat umum. Ia mengeluarkan biaya pribadi yang tak
sedikit untuk melaksanakan ambisinya tersebut.[12]
B.
Ilmuwan Muslim Spanyol
1.
Ilmu Agama
Kemajuan ilmu agama di Spanyol bermula dari kepindahan beberapa
orang sahabat dan tabiin bersama Musa Ibn Nusair ketika menaklukkan Spanyol.
Adapun puncak kejayaan dan kemajuan ilmu agama di Islam di Spanyol ditandai
oleh munculnya ulama-ulama kenamaan yang masing-masing membidangi berbagai
disiplin ilmu agama. Diantara mereka tercatat sebagai ahli hadits, ahli fiqh,
ahli kalam, dan ilmu tasawuf.
Beberapa ulama Spanyol yang termashyur dibidang hadits ialah Ibn
Hazm, Abdullah Ibn Yasin, Muhammad Ibn Timrt, Abi Al-Walid Al-Baji, Abi Amr
Yusuf Ibn Abd Al-Barr, Ya’qub Al Manshur, Abi Al-Walid Ibn Rusyd, Ibn Asim, dan
Abi Ali Al-Husain Ibn Ahmad Al-Gassani.
Di zaman Abdurrahman I, ilmu fiqih berkembang di Spanyol apalagi setelah
Al-Auza’i. sebagai ulama fiqh, terkenal namanya di negeri ini. Kemudian disusul
oleh munculnya murid-murid Imam Malik yang mengembangkan fiqh gurunya. Diantara
murid Imam Malik yang terkenal adalah Abd Al-Malik Ibn HAbib Al-Sullami, Yahya
Ibn Yahya Al-Lais dan Isa Ibn Dinar.
Ilmu kalam juga berkembang di Andalus. Diantara tokohnya adalah Ibn
Hazm. Selain ilmu kalam, ilmu tasawuf juga turut mewarnai kejayaan peradaban
Islam Spanyol. Diantara tokohnya adalah Ibn Masarrah.[13]
2. Bahasa dan Sastra
Bahasa arab terkenal dengan ketinggian sastra dan tata
bahasanya telah mendorong lahirnya minat yang besar masyarakat Spanyol. Hal ini
dibuktikan dengan dijadikannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi, bahasa
pengantar, bahasa ilmu pengetahuan dan administrasi.
Tokoh-tokoh dalam
bidang bahasa diantaranya Ibnu Sayidah, Ibnu Malik yang mengarang Alfiyah,
Ibnu Khuruf, Ibnu Al-Hajj, Abu Ali Al-Isylabi, Abul Hasan bin Al-Usfur, dan
Abu Hayyan Al-Ghamathi.[14]
Dalam bidang sastra, penulis paling terkenal adalah Ibn Rabbihi
(860-940) dari Cordova, penyair kesayangan Abd Rahman III. Ibn Rabbihi
merupakan keturunan seorang budak yang telah dibebaskan oleh Hisyam. Judul yang
ia berikan untuk antaloginya yang kondang itu adalah Al-Iqd Al-Farid (kalung antik). Selain itu
adapula Ali Ibn Hazm (994-1064) salah satu dari dua
atau tiga penulis yang paling banyak karyanya dan paling berkembang di dunia
Islam. Hasil karya Ibn Hazm mencapai empat ratus jilid buku tentang sejarah,
teologi, hadis, logika, puisi dan beberapa bidang lainnya.[15]
Selain itu Spanyol juga melahirkan beberapa penyair yang
karangannya dianggap memenuhi standar. Salah satu diantara mereka adalah Abu
Walid ibn Zaidun (1003-1071). Ia dianggap sebagai penyair terbesar dari
Andalusia. Ibn Zaidun adalah keturunan keluarga bangsawan Makhzum, salah satu
keturunan Quraisy.[16]
3. Sains dan Ilmu Pengetahuan
Dalam bidang matematika pakar yang sangat terkenal adalah
Ibnu Saffat dan Al-Kimmy. Dalam bidang fisika dikenal seorang tokoh Ar-Razi.
Dialah yang meletakkan dasar ilmu kimia dan menolak kegunaan yang bersifat
takhayul. Dia juga ahli kedokteran yang menemukan rumusan klasifikasi binatang
dan tetumbuhan.
Dalam bidang kimia dan astronomi selain Abbas bin Famas
dikenal juga Ibrahim bin Yahya An-Naqqash. Yang pertama dikenal sebagai penemu
pembuatan kaca dari batu dan yang kedua sebagai orang yang dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari.[17]
Ahli-ahli astronomi Islam telah meninggalkan jejak abadi
dalam bidangnya, bukan hanya dalam merumuskan nama-nama bintang dalam bahasa
Eropa dari bahasa Arab, seperti “acrab” (aqrab, lipan), “altair” (al-tair,
rajawali), “deneb” (zanab, ekor), melainkan pula merumuskan sejumlah
istilah-istilah teknis, seperti “azimuth” (al-sumut), “nadir” (nazir),
“zenth” (al-samt), disamping juga hasil-hasil astronomis lainnya.[18]
Berkaitan dengan perkembangan astronomi, lahir pula dari
tangan orang Arab Islam ilmu trigonometri seperti halnya aljabar dan geometri
analitis, pertama kali dibentuk orang Arab Islam turut berkembang sebagai
disiplin ilmu yang maju.
Dalam disiplin ilmu yang lain, juga terkenal Zahrawi
(kedokteran) yang menemukan pengobatan lemah syahwat, pembedahan dan lain-lain.
Juga Ahmad Ibn Abbas dari Cordova salah seorang ahli dalam bidang obat-obatan
(farmasi). Umm Al-Hasan binti Abi Ja’far dan saudara perempuan dari Al-Hafiz
merupakan dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.[19]
4. Sejarah dan Geografi
Dalam bidang sejarah dan geografi, Spanyol Islam
khususnya wilayah Islam bagian barat telah banyak melahirkan penulis terkenal seperti
Ibnu Zubair dari Valencia (1145-1228 M), yang telah menulis sejarah tentang
negeri-negeri muslim Mediterania serta Sisilia. Ibnu Bathutah dari Tangier
(1340-1377 M), mencapai Samudra Pasai dan Cina. Ibnu Khatib (1317-1374 M) yang
menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus
filsafat sejarah.[20]
Sejarawan Spanyol yang paling awal yang paling kondang
adalah Abu Bakr Ibn Umar, biasa dikenal dengan sebutan Ibn Al-Quthiyah yang lahir
dan hidup di Cordova. Karyanya yang berjudul Tarikh Iftitah al-Andalus” mengulas
sejarah Spanyol dari masa penaklukan muslim hingga bagian awal kepemimpinan Abd
Ar-Rahman III. Ibn Quthiyah juga merupakan seorang ahli tata bahasa dan
karyanya tentang konjungsi kata kerja adalah karya pertama dalam kajian ini.
Selain itu adapula Abu Marwan Hayyan Ibn Khalaf dari Cordova (987-1076) daftar
karyanya tidak kurang dari lima puluh judul, salah satu diantaranya Al-Matin
terdiri atas enam puluh jilid.[21]
Sedangkan ahli geografi terbaik dan terkondang abad ke 11
adalah Al-Bakri, seorang Arab-Spanyol.
Nama lengkapnya Abu Ubayd Abdullah Ibn Abd Aziz Al-Bakri, ahli geografi pertama
dari muslim Barat yang karyanya bertahan hingga kini. Ia hidup di Cordova, tempat
ia meninggal dalam usia lanjut pada 1094. Kondang sebagai seorang ahli sastra,
penyair dan filologis, ia mendapatkan kemuliaannya melalui karya geografi yang
berjilid-jilid berjudul Al-Masalik Wa Al-Mamalik (buku mengenai jalan
dan kerajaan) yang didalamnya seperti kebanyakan karya geografi abad
pertengahan, ditulis dalam bentuk kisah perjalanan.[22]
5. Filsafat
Puncak pencapaian intelektual muslim Spanyol terjadi dalam arena
pemikiran filsafat. Dalam bidang ini, mereka membentuk mata terakhir dan paling
kuat dalam mata rantai yang menghubungkan filsafat Yunani dengan dunia
pemikiran Latin Barat. Kontribusi mereka semakin besar, terutama melalui upaya
mereka mendamaikan iman dengan akal, dan agama dengan ilmu pengetahuan.
Pada abad ke IX M, ketika pemerintahan Spanyol dipegang oleh
Muhammad Ibn Abd Ar-Rahman (832-886 M) sesungguhnya usaha kea rah pengembangan
filsafat sudah dimulai. Pada abad tersebut filsafat telah masuk ke wilayah
Spanyol, hal itu terbukti dengan adanya salinan naskah kuno Rasa’il Ikhwan
Al-Safa di Eropa yang dianggap berasal dari Maslamah Ibn Ahmad Al-Majriti.
Setelah itu sekitar abad X banyak pelajar dan mahasiswa muslim
Spanyol yang melakukan perjalanan untuk studi ke Baghdad. Buku-buku banyak yang
ditransfer dari Bahgdad ke Spanyol, terutama sewaktu pelajar dan mahasiswa
tersebut pulang dari studinya. Hakam II punya inisiatif cukup besar dalam
mengumpulkan ratusan ribu buku, diantaranya bidang filsafat. Dengan demikian
filsafat yang berkembang di Spanyol jelas berasal dari wilayah Timur dunia
Islam.[23]
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah
Abu Bakar Muhammad bin As-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah.
Dilahirkan di Saragossa, ia pindah ke Seville dan Granada. Meninggal karena
keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakar bin Thufail, penduduk
asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia
lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan
filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay Ibn Yaqzan.
Bagian akhir abad ke-12 M muncul seorang pengikut
Aristoteles yang terkenal yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M
dan meninggal tahun 1198 M. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayat
Al-Mujtahid.[24]
Sumbangan paling penting Ibn Rusyd untuk ilmu kedokteran adalah
karya ensiklopedia berjudul Al-Kulliyat Fi At-Thibb (generalitas dalam
kedokteran), yang diantaranya menyatakan bahwa orang yang telah terkena cacar
air tidak mungkin terserang lagi untuk kedua kalinya ia juga menjelaskan fungsi retina dengan
penjelasan yang bisa dimengerti. Tetapi sosok Ibn Rusyd sebagai dokter
tenggelam oleh sosok Ibn Rusyd sebagai filosof dan komentator. Karya
filsafatnya yang paling penting, disamping komentar-komentarnya adalah Tahafut
Al-Tahafut (Kacaunya Kekacauan).[25]
C.
Masjid Cordova
Masjid agung Cordova didirikan oleh Abd Al-Rahman I pada
786 di atas situs gereja Kristen yang pada mulanya merupakan biara Romawi.
Bagian utama masjid itu disempurnakan pada 793 oleh anaknya, Hisyam I, yang
kemudian melengkapinya dengan menara bundar. Gaya arsitektur menara-menara
Spanyol mengikuti model menara di Afrika yang aslinya bergaya Suriah.
Beberapa tambahan masjid itu dibangun oleh
penerus-penerus Hisyam. Barisan tiang sebanyak 1.293 buah yang membentuk sebuah
belantara yang agung, mendukung atap masjid. Lampu-lampu yang terbuat dari
kuningan menyerupai bentuk lonceng Kristen menyinari bangunan itu. Satu pohon
lilin menghimpun seribu lampu, yang paling kecil menghimpun dua belas lampu.
Untuk menghiasi bangunan itu, perajin-perajin Bizantium dipekerjakan,
sebagaimana mereka pernah dipekerjakan untuk menghiasi masjid-masjid Umayyah di
Suriah. Pendiri masjid itu menghabiskan 80.000 keping emas yang berasal dari
rampasan perang untuk menghiasi bagian atas struktur bangunan itu. Perluasan
dan perbaikan terus dilakukan hingga masa Al-Hajib Al-Mansyur (977-1000). Saat
ini banguan itu merupakan katedral untuk perawan suci dari Assumsi.[26]
Masjid Agung Cordova yang juga merupakan lembaga pendidikan yang
disetarakan pendidikan tinggi. Dibawah pemerintahan Al-Hakam, masjid Cordova
tidak hanya diperluas tetapi dijadikan juga sebagai lembaga pendidikan dan
merupakan universitas pertama di Andalusia.[27]
D. Faktor-faktor
yang Mendorong Perkembangan Pendidikan Islam di Andalus (Spanyol)
1.
Adanya dukungan dari para penguasa. Kemajuan Spanyol Islam sangat
ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta
mencintai ilmu pengetahuan, juga memberikan dukungan dan penghargaan terhadap
para ilmuwan dan cendekiawan.
2.
Didirikannya sekolah-sekolah dan universitas-universitas di
beberapa kota di Spanyol oleh Abd Ar-Rahman III Al-Nashir, dengan
universitasnya yang terkenal di Cordova. Serta dibangunnya
perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang cukup banyak.
3.
Banyaknya para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai
ujung Barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan.
Ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya Islam.
4.
Adanya persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di
Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang
ilmu pengetahian dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi
Universitas Nizhamiyah di Baghdad yang merupakan persaingan positif tidak
selalu dalam bentuk peperangan.[28]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan pendidikan di Spanyol tidak lepas dari peran para
penguasanya yang cinta akan ilmu pengetahuan. Terbukti dengan didirikannya
lembaga pendidikan seperti kuttab, madrasah, universitas dan perpustakaan
dibeberapa kota di Spanyol.
Salah
satu universitas yang paling terkenal di Spanyol yaitu Universitas Cordova yang
didirikan oleh Abdurrahman III. Universitas tersebut terletak berdampinangan
dengan Masjid Cordova. Universitas Cordova ini mampu menandingi dua universitas lainnya yaitu Al-Azhar Kairo dan Nizhamiyah Baghdad.
Selain
itu perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di Spanyol juga memunculkan
tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang ilmu agama, bahasa dan sastra, sains dan
ilmu pengetahuan, sejarah dan geografi serta filsafat. Dalam bidang filsafat
melahirkan filosof muslim terkenal seperti Ibn Bajjah, Ibn Thufail dan Ibn
Rusyd.
DAFTAR
PUSTAKA
Dauly, Haidar
Putra. 2013. Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: Kencana.
Fuadi, Imam.
2012. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Yogyakarta: Teras.
Hitti, Philip K. 2002. History Of The Arabs (terj. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Slamet Riyadi). Jakarta: Serambi.
Nata, Abudin.
2010. Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan.
Jakarta: Grafindo Persada.
Nizar, Samsul .
2009. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana.
Nizar, Samsul.
2009. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana.
Shafwan, Muhammad Hambal. 2014. Intisari Sejarah Pendidikan Islam. Solo: Pustaka Arafah.
[1] Muhammad Hambal Shafwan, Intisari Sejarah Pendidikan Islam (Solo:
Pustaka Arafah, 2014), hlm. 175.
[2]
Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana,
2005), hlm. 117.
[4]
Suwito dan Fauzan, op. cit., hlm. 117.
[5] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan
Pertengahan (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), hlm. 265.
[6] Philip K. Hitti, History Of The Arabs, terj. Cecep Lukman Hakim dan
Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 674-675.
[11]
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan
Era Rasulullah Sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 85.
[12] Ibid.
[13]
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II (Yogyakarta:
Teras, 2012), hlm. 52-54.
[18]
Philip K. Hitti, op. cit., hlm. 572-573.
[27] Haidar Putra Dauly, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah
(Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 100.
Post a Comment