1 Komentar
Untuk anda yang ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan klik link dibawah ini!.

Makalah Psikologi Pendidikan (Individu Berkebutuhan Khusus)

Makalah Psikologi Pendidikan (Individu Berkebutuhan Khusus)

PENDAHULUAN
Setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar. Ada anak yang mempunyai masalah ringan yang tidak perlu adanya perhatian khusus, dan ada pula anak yang mempunyai masalah cukup rumit yang memerlukan perhatian khusus. anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak umum seusianya.
Anak yang berkebutuhan khusus memang tidak selalu mengalami kesulitan dalam belajar. Namun dalam berinteraksi dengan teman seusianya, ada hal-hal yang memang harus lebih diperhatikan dalm  anak tersebut. Walau demikian, anak yang berkebutuhan khusus mereka berhak mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama.

Dengan demikian, dalam makalah ini akan dibahas mengenai faktor penyebab kesulitan belajar pada anak, dan faktor-faktor penyebab anak autis serta bagaimana strategi belajar yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus.


PEMBAHASAN
A.    Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan merupakan terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Beberapa istilah lain yang digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, dan anak luar biasa.
Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan mungkin masih dipergunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan prestasinya.
Anak yang berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang dialami oleh masing-masing anak.[1]
B.     Kesulitan Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat kadang semangatnya tinggi, tetapi kadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi.
Pengertian kesulitan belajar adalah keadaan di mana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar.
Macam-macam kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam:
1.      Dilihat dari jenis kesulitan belajar:
·         Ada yang berat;
·         Ada yang sedang.
2.      Dilihat dari bidang studi yang dipelajari:
·         Ada yang sebagian bidang studi; dan
·         Ada yang keseluruhan bidang studi.
3.      Dilihat dari sifat kesulitannya:
·         Ada yang sifatnya permanen/ menetap; dan
·         Ada yang sifatnya sementara.
4.      Dilihat dari segi faktor penyebabnya:
·         Ada yang karena faktor intelegensi; dan
·         Ada yang karena faktor non intelegensi.[2]
C.    Retardasi Mental
Ciri utama retardasi mental adalah lemahnya fungsi intelektual. Lama sebelum muncul tes formal untuk menilai kecerdasan, orang dengan retardasi mental dianggap sebagai orang yang tidak dapat menguasai keahlian yang sesuai dengan umurnya dan tidak dapat bisa merawat dirinya sendiri.
Retardasi mental adalah kondisi sebelum 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. IQ rendah dan kemampuan beradaptasi yang rendah biasanya tampak sejak kanak-kanakdan tidak tampak periode normal, dan keadaan retardasi ini bukan disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit atau cedera otak.
Penyebab Retardasi Mental
Retardasi mental disebabkan oleh faktor genetik dan kerusakan otak. Berikut merupakan penjelasannya:
1.      Faktor Genetik
ada beberapa bentuk dari retardasi mental, seperti:
a.       Down syndrome (sindrom down) merupakan bentuk retardasi mental yang ditrasmisikan secra genetik sebagai akibat adanya kromosom ekstra (kromosom ke-47). Penderita sindrom down biasanya memiliki ciri-ciri wajah bulat, tengkorak yang datar, ada kelebihan lipatan kulit diatas alis, lidah panjang, kaki pendek, dan retardasi motor dan mental.
b.      Fragile X   syndrome merupakan bentuk retardasi mental yang di transmisikan secra genetik sebagai akibat dari kromosom X yang tidak normal yang mengakibatkan retardasi mental ringan  sampai berat. Pada umumnya pria lebih banyak masuk kategori berat dibanding wanita. Ciri-ciri anak penderita sindrom Fragile X   ini adalah wajahnya memanjang, rahang menonjol, telinga panjang, hidung pesek, dan koordinasi tubuh yang buruk.
c.       Kerusakan otak . kerusakan otak dapat diakibatkan oleh bermacam-macam infeksi atau karena faktor lingkungan luar, infeksi pada ibu hamil seperi rubella (German measles), sipillis, herpes, dan AIDS, dapat menyebabkan retardasi pada diri anak. Meningitis dan encephalitis adalah infeksi yang bisa muncul pada masa kanak-kanak. Infeksi ini bisa menyebabkan pembengkakan otak dan menyebabkan retardasi mental.
2.      Faktor lingkungan, dari luar yang dapat menybabkan retardasi mental antara lain adalah benturan di kepala, malnutrisi, keracuan, luka saat kelahiran, atau karena ibu hamil kecanduan alkohol. Fetal alcohol symdrome (FAS) adalah serangkaian ketidaknormalan, termasuk retardasi mental dan ketidaknormalan wajahyang muncul dalam diri anak dari ibu yang kecanduan minuman beralkohol pada waktu hamil. FAS menimpa sekitar sepertiga dari anak dari wanita yang kecanduan alkohol.[3]
D.    Autisme
Autisme merupakan suatu gangguan adanya kerusakan pada simpul saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak. Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan. Jika orangtua sudah mengetahui kriteria anak autis sejak dini maka gejala anak autis dapat dengan mudah dideteksi. Berikut ini ciri-ciri gangguan autisme pada masa kanak-kanak. Ciri-ciri mengenai gangguan autisme pada masa kanak-kanak meliputi:
·      Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai, sseperti kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, dan gerak geriknya kurang tertuju.
·      Tidak dapat bermain dengan teman sebaya.
·      Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
·      Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
·      Bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang (tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain bicara).
·      Jika bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
·      Sering menggunakan bahsa yang aneh dan di ulang-ulang.
·      Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif,dan kurang bisa meniru.
·      Mempertahankan satu permintaan atau lebih, dengan cara yang khas dan berlebihan.
·      Terpaku pada satu kegiatan rutin yang tidak ada gunanya.
·      Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan di ulang-ulang.
·      Seringkali sangat terpukau pada benda.
·      Adanya keterlambatan atau gangguan dalam interaksi sosial, bicara dan berbahasa, dan caara bermain yang kurang variatif sebelum umur tiga tahun.
·      Tidak disebabkan oleh sindrom rett atau gangguan disintegratif masa kanak-kanak.
Pada mulanya anak autis berkembang  seperti anak normal. Namun, pada usia tertentu terjadi gangguan perkembangan dan akhirnya mengalami kemunduran. Jika kondisi ini terjadi pada anak, orang tua harus mencurigainya dan waspada. Segera konsultasikan dengan ahlinya untuk menghindari kesalahan diagnosis.
Saat ini kasus autis pada anaak semakin banyak sehingga seolah-olah menjadi seperti wabah. Gejala autis biasanya muncul saat umur 1 ½ - 2 tahun. Ketika anak bisa berkembang normal, tetapi kemudian perkembangannya berhenti dan mereka mengalami kemunduran.
Berikut ini beberapa faktor penyebab autisme dan diagnosis medisnya.
a.         Gangguan Susunan Saraf Pusat
Pada beberapa tempat di dalam otak anak autis terdapat pengurangan jumlah sel purkinje di dalam otak. Akibatnya, produksi serotonin kurang, hal ini tentu saja menyebabkan kacaunya proses penyaluran informasi antar-otak. Selain itu, juga ditemukan adanya kelainan struktur pada pusat emosi dalam  otak sehingga emosi anak autis sering terganggu.  Oabt-obatan yang banyak dipakai adalah dari jenis psikotropika, yang bekerja pada susunan saraf pusat. Dengan mengkonsumsi obat-obatan ini pelaksanaaan terapi lainnya lebih muda. Anak lebih mudah diajak bekerja sama.
b.        Gangguan pada metabolisme (sistem pencernaan)
Ada hubungan antara gangguan pencernaan dengan gejala autis. Suntikan sekretin dapat membantu mengurangi gangguan pencernaan.
Peradangan dinding usus
Pada sejumlah anak penderita gangguan autis umumnya memiliki pencernaan buruk dan ditemukan adanya peradangan usus. Peradangan tersebut disebabkan  virus, kemungkinan berasal dari virus campak.

Faktor genetika
Hal yang paling umum gejala autis pada anak disebabkan oleh faktor turunan. Ada beberapa gen yang terkait dengan autisme. Namun, gejala autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen.
Keracunan logam berat
Belakangan ini banyak beredar makanan ringan dan mainan anak yang mengandung bahan logam berat. Kandungan logam berat ini diduga sebagai penyebab kerusakan otak pada banyak anak autis dengan ditemukannya kandungan logam berat dan beracun pada banyak anak autis.[4]
c.         Gangguan visual
Siswa yang mengalami gangguan visual (visual impairment) mengalami malfungsi di mata atau saraf optik yang menghambat mereka melihat secara normal meskipun mengenakan kacamata. Gangguan visual disebabkan oleh abnormalitas bawaan atau kerusakan entah di mata ataupun jalan kecil visual ke otak.

Kehilangan Pendengaran
Siswa yang kehilangan pendengaran (hearing loss) mengalami malfungsi telinga atau saraf-saraf terkait yang mengganggu persepsi terhadap suara dalam rentang frekuensi bicara orang normal.
d.        Gangguan sepktrum Autisme
Mayoritas gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorders) disebabkan oleh abnormalitas di otak. Gangguan ini ditandai dengan adanya gangguan dalam kognisi sosial (misalnya, kemampuan mempertimbangkan perspektif orang lain), keterampilan sosial, dan interaksi sosial, serta perilaku repetitif, bentuk-bentuk yang ekstrim seringkali terkait dengan keterlambatan yang signifikan dalam perkembangan kognitif dan bahasa serta perilaku yang sangat tidak lazim.
E.     Strategi Belajar Anak Berkebutuhan Khusus
Strategi belajar yang digunakan oleh individu berkebutuhan khusus diantaranya:
a.       Gangguan spektrum autisme
Strategi belajar di dalam kelas yang dapat diterapkan untuk siswa yang mengalami gangguan spektrum autisme, yaitu
·         Membentuk lingkungan kelas yang produktif.
·         Memaksimalkan prediktibilitas dalam penataan kelas dan jadawal mungguan.
·         Gunakan pendekatan visual dalam proses belajar mengajar.
·         Tekankan berulangkali pentingnya berperilaku sopan di kelas.
·         Kembangkan kognisi sosial dan keterampilan interpersonal yang efektif.
b.      Gangguan visual
Mengalami malfungsi pada mata, para spesialis biasanya memebrikan kepada siswa pelatihan membaca huruf Braille, orientasi dsn mobilitas, serta teknologi komputer yang telah diadaptasi. Selain itu, beberapa strategi lain dapat membantu siswa yang mengalami gangguan visual berhasil dalam kelas:
·         Perkenalkan siswa tata-ruang dan tet letak ruang kelas.
·         Gunakan materi-materi visual dengan warna yang kontras.
·         Andalkan modalita-modalitas lain seperti, salinan Braille dari buku dan tugas-tugas wajib atau audiatope novel-novel dan literatur lainnya.
·         Berikan waktu ekstra untuk belajar dan memperlihatkan performa.[5]
Anak yang menderita gangguan pendengaran dpat menggunakan strategi belajar sebagai berikut,
·         Bersikap sabar.
·         Berbicra secar wajar (tidak terlalu cepat atau terlalu lambat)
·         Jangan berteriak, sebab tindakan ini tidak akan membantu. Berbicara dengan jelas akan banyak membantu.
·         Kurangi gangguan dan suara bising.
·         Tatap anak yang diajak bicara, karena anak perlu membaca bibir dan melihat isyarat guru.[6]




















PENUTUP
Kesulitan belajar merupakan keadaan di mana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental), tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Salah satu faktor yang menyebabkan retardasi mental ialah faktor genetik dan juga faktor lingkungan luar.
Autisme merupakan suatu gangguan adanya kerusakan pada simpul saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak. Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan perkembangan. Beberapa faktor penyebab autis diantaranya, gangguan susunan saraf, gangguan pada metabolisme (sistem perencanaan) seperti peradangan dinding usus, faktor genetika, dan keracunan logam besi. Selain itu gangguan visual (pendengaran dan penglihatan) juga merupakan bagian dari faktor penyebab autis.
Dengan demikian, dalam pengolahan kelas juga ada beberapa strategi yang digunakan untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Membentuk kelas yang produktif, harus bersikap sabar, dan memberikan bimbingan serta arahan sesuai kebutuhan anak-anak.













DAFTAR PUSTAKA
Omrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Erlangga.
Prasetyono, Dwi Sunar. 2008. Biarkan Anakmu Bermain. Yogyakarta: Diva Pers.
Santrock, John w. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
M. Dalyono. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.




[2] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2001) , hlm. 229-251.
[3] John w. Santrock, Psikologi Pendidikan , (Jakarta: Kencana, 2008) ,hlm. 224-227.
[4] Dwi Sunar Prasetyono, Biarkan Anakmu Bermain, (Yogyakarta: Diva Pers, 2008), hlm. 226-233.
[5] Jeanne Ellis Omrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, (Erlangga, 2008), hlm. 245-247, 252-253.
[6]John w. Santrock., Op.Cit., hlm. 203. 

Post a Comment

 
Top