Untuk anda yang ingin mendownload filenya berbentuk (.docx)
Silahkan klik link di bawah ini!.
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan salah satu investasi sumber daya manusia yang diharapkan dapat
mengubah kehidupan suatu bangsa kearah yang lebih baik. Sebagai sosial investment
yang berhajat meningkatkan sumber daya manusia, tentunya pendidikan yang
berlangsung di Indonesia tidak semata diharapkan berhasil dalam memindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya, tetapi juga dapat
memperbaiki nasib dan kualitas peradaban orang- orangnya.
Pendidikan
memang merupakan proses dan upaya manusia untuk mengembangkan segenap
potensinya agar menjadi pribadi yang seimbang jasmani dan ruhani. Tanpa
pendidikan, jangan harap manusia sekarang berbeda kualitasnya dengan manusia
zaman dulu yang sangat tertinggal, baik kualitas kehidupan maupun capaian dari
proses-proses perancangan masa depanya. Dengan kata lain, maju mundurnya sebuah
peradaban bangsa akan ditentukan bagaimana pendidikan yang dijalani oleh
masyarakatnya.
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Ibnu Sina
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali
Al-Husayn ibn Abdullah, dalam sejarah pemikiran Islam Ibn Sina dikenal sebagai
intelektual muslim yang banyak mendapat gelar, ia lahir pada 370 H. Bertepatan
dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak dekat Bukhara, di
kawasan Asia Tengah. Ayahnya bernama Abdullah, seorang sarjana terhormat
Ismaili, berasal dari Balk, Khurasan, dan pada saat kelahiran putranya dia
adalah gubernur di salah satu pemukiman, sekarang wilayah Afganistan ( dan juga
Persia) menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara.
Meskipun secara tradisional dipengaruhi
oleh cabang Islam Ismaili, pemikiran Ibnu Sina independen dengan memiliki kepintaran
dan ingatan luar biasa, yang mengizinkannya menyusul para gurunya pada usia 14
tahun. Ibnu Sina dididik di bawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandainnya
segera membuatnya menjadi kekaguman antara para tetangganya, dia menampilkan
suatu pengecualian sikap intelektual dan
seorang anak yang luar biasa kepandainnya yang telah menghafal Al-Qur’an pada
usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia.
Dari seorang pedagang sayur dia
mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang
sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan
mengajar anak muda.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16
tahun, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada
orang sakit, melalui perhitunganya sendiri, menemukan metode-metode baru dari
perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada
usia 18 tahun dan menemukan bahwa kedokteran bukanlah ilmu yang sulit ataupun
menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika sehingga ia cepat memperoleh
kemajuan, ia menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien
menggunakan obat-obat yang sesuai, dan dia merawat pasien tanpa meminta
bayaran.[1][1]
Sebagai seorang ilmuwan Ibnu Sina telah
berhasil menyumbangkan karya ilmiah berupa buku karangan sebanyak 276 buah.
Diantara karya besarnya adalah berupa ensiklopedi tentang fisika, logika, dan
matematika.[2][2]
Ibnu Sina meninggal pada tahun 428 H (1037
M) dalam usia 57 tahun. Pada akhir-akhir kehidupannya ia menjadi guru filsafat
dan kedokteran di Isfahan. Dan pada bulan-bulan menjelang kematiannya ia sering
berpakaian putih, menyedekahkan hartanya, dan mengisi waktunya beribadah kepada
Allah.
Kematian Ibnu Sina disebabkan
oleh serangan penyakit colic
(muntah-muntah). Adapun faktor yang mempercepat ancaman penyakitnya adalah
sebagai berikut :
1. Memakai tenaga habis-habisan.
2. Besarnya nafsu syahwat yang
dimilikinya.
3. Terlalu banyaknya candu yang
dimasukkan oleh pelayannya ke dalam obat yang harus diminumnya.[3][3]
Jenazah Ibnu Sina dimakamkan di bawah
pagar benteng Hamadan yang menghadap ke kiblat kemudian dipindah ke Isfahan di
pintu kota yang bernama “keunkanaad”
dimana Ibnu Sina perang disambut besar-besaran saat pertama kali ia datan ke
kota tersebut.
Diantara filosof-filosof
muslim,barangkali Ibnu Sina termasuk orang yang paling banyak menumpukkan
perhatian pada psikologi dan membicarakan berbagai topik dibahasnya tentang
pengamatan indra yang dibaginya kepada 2 bagian yaitu indra nyata dan indra
batin.[4][4]
B. Setting Sosial
Ibnu Sina lahir di masa kekacauan,
dimana kholifah Abasiyah mengalami kemunduran, negeri-negeri yang ada di bawah
kekuasaannya mulai melepaskan satu persatu. Kemudian membentuk kekuasaan atau
kerajaan baru.
Transoxiana adalah salah satu kota yang
melepaskan diri dan membentuk kekuasaan baru di bawah kekuasaan Bani Samaniyah
dengan Raja pertamanya Nuh bin Mansur. Kekuasaan Bani Samaniyah berlangsung
sangat singkat dari tahun 361-381 H.
Pada saat tahta kerajaan dipegang oleh
Nuh bin Mansur rakyat hidup aman, demikian dengan situasi di dalam istana.
Namun sepeninggal Nuh bin Mansur, situasi di istana mulai kacau. Di sana
terjadi perang saudara antara Mansur dan Malik. Mereka saling berebut kekuasaan
sehingga Mansur berhasil dipenjara, disiksa dan dicukil matanya. Peristiwa
perang saudara yang saling berebut kekuasaan itu berlangsung selama 1 tahun 7
bulan. Di tengah kekacauan datang tentara Turki di bawah pimpinan Jenderal
Illah Khan pada tahun 389 H (997 M) yang menyebabkan berakhirnya kekuasaan Bani
Samaniyah.
Periode Samaniyah dalam sejarah Iran dan
Transoxiana mengimbangi zaman Abbasiyah I dalam sejarah kebudayaan Arab. Tetapi
jatuhnya kekuasaan Samaniyah yang disebabkan perkelahian dalam negeri, berebut
kekuasaan dan perang saudara, berakhir di bawah tindasan penyerbuan tentara
Turki. Semuanya itu menyebabkan berpindahnya pusat kebudayaan dan politik Iran
ke Kota Ghazna di Afganistan di mana Subaktin (997 M) dan putranya Mahmud (1030
M) membangun pemerintahan Ghaznawiyah.[5][5]
Kekuasaan-kekuasaan kecil yang muncul di
masa kemunduran Abbasiyah adalah Hamdzan di bawah kekuasaan Syamsud Daulah dan
Isfahan di bawah kekuasaan Ala’ud Daulah.
Di sisi lain periode ini mempunyai
banyak keistimewaan mayoritas masyarakatnya bermadzhab Syi’ah. Latar belakang
masyarakat yang bermadzhab Syi’ah dengan ciri khas yang mengutamakan proses
berpikir secara rasional yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
peradaban pada masa itu.
C. Teori
Teori “abstraksi” adalah yang menjadi
teorinya. Teori ini menjadi gambaran mengenai arah dan pola pikir beliau yang
penuh dengan kekhasan pribadinya dibandingkan dengan pemikir-pemikir lainnya.
Sesuai dengan tradisi Yunani yang
universal, Ibnu Sina memberikan seluruh pengetahuan sebagai sejenis abstraksi
untuk memahami sesuatu yang dipahami. Penekanan utamanya adalah pada
tingkat-tingkat daya abstraksi ini dalam pehaman yang berbeda-beda. Dengan
deikian persepsi inderawi memerlukan sekali kehadiran materi untuk bisa
memahami, sedang imajinasi adalah bebas dari materi tetapi harus ada
pelekatan-pelekatan atau kejadian-kejadian materi yang memberikan kekhususannya
kepada imajinasi. Sedangkan dalam akal bentuk murni dipahami secara universal.
Tujuan Ibnu Sina menjelaskan teori di
atas adalah untuk menghindari keberatan persepsi. Ia memandang persepsi secara representatif. Namun setelah mendapat
kritik dari skeptisme dan relativisme yang menunjukkan relatifitas
kualitas-kualitas yang terserap, pandangannya menjadi termodifikasi dan
akhirnya menerima pandangan kausal-semu atau relasional tentang
kualitas-kualitas persepsi.
Kunci utama doktrin Ibnu Sina tentang
persepsi adalah pembedaannya antara persepsi eksternal dan internal. Persepsi
eksternal adalah kerja dari panca indera
eksternal, persepsi ini dibagi menjadi 5 dengan tujuan memisahkan fungsi yang
berbeda secara kualitatif. Demikian indera internal dibagi menjadi lima antara
lain sensus communis, indera imajinatif, nalar, faham, dan niat.
D. Pemikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, tujuan pendidikan
harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke
arah perkembanganya yg sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan
budi pekerti selain itu harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar
dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau
keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan
potensi yang dimilikinya.
Khusus pendidikan jasmani, ia mengatakan
hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu
yg berkaitan dengannya, seperti olah raga, makan, minum, tidur, dan menjaga
kebersihan. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak
memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan sehari-hari. Dengan pendidikan
kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat
daya khayalnya.
2. Kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu komponen
yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Oleh karena itu,
kurikulum merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Diantaranya
definisi yang dikemukakan oleh Abdurrahman Al-Nahlawi, yaitu seluruh program
pendidikan yang didalamnya mencakup masalah-masalah, metode, tujuan, tingkat
pengajaran, materi pelajaran setiap tahun ajaran, topik- topik pelajaran serta
aktivitas yang dilakukan setiap siswa pada setiap materi pelajaran. Menurut
Crow & Crow yang dimaksud dengan kurikulum adalah rancangan pengajaran yang
isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan
sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Kurikulum
disini berfungsi sebagai alat mempertemukan kedua pihak sehingga anak didik
dapat mewujudkan bakatnya secara optimal dan belajar menyumbangkan jasanya
untuk meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakatnya.
Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum
didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk usia anak 3 sampai
5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina diberikan mata pelajaran olahraga, budi
pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Pelajaran olah raga tersebut
diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya
organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk
membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Selanjutnya, penddikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki
kebiasaan mencintai kebersihan. Dengan pendidikan seni suara dan kesenian, si
anak diarahkan agar memiliki ketajaman
perasaan dalam mencintai dan meningkatkan daya khayalnya sebagaimana telah
disinggung di atas.
Selanjutnya, kurikulum untuk usia 6
sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan
menghafal Al-Quran, pelajaran agama, pelajaran syair dan pelajaran olah raga, pelajaran membaca
dan menghafal menurut Ibnu Sina berguru disamping untuk mendukung pelaksanaan
ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, juga mendukung keberhasilan
dalam mempelajari agama Islam seperti pelajaran tafsir Al-Quran, fiqih, tauhid,
akhlak, dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya Al-Quran. Selain itu
pelajaran membaca dan menghafal Al-Quran
juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa Arab, karena dengan
menguasai Al-Quran berarti ia telah menguasai kosakata bahasa arab atau bahasa
Al-Quran.[6][6]
Selanjutnya, menyangkut kurikulum untuk
usia 14 tahun ke atas, menurut Ibnu Sina, mata pelajaran yang diberikan amat
banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat
dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan
sianak. Dengan cara demikian si anak akan meiliki kesiapan untuk menerima
pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu Sina menganjurkan kepada para pendidik
agar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang
dapat mengembangkan lebih lajut oleh muridnya.
Strategi penyusunan kurikulum yang
ditawarkan Ibnu Sina juga berdasarkan pada pemikiran yang bersifat pragmatis
fungsional, yakni dengan melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang
dipelajari dengan tuntutan masyarakat atau berorientasi pasar. Dengan cara
demikian setiap lulusan pendidikan akan siap difungsikan dalam berbagai
lapangan pekerjaan yang ada di masyarakat.
3. Metode Pengajaran
Konsep metode yang ditawarkan Ibnu Sina
antara lain terlihat pada setiap materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan
materi pelajaran Ibnu Sina selalu
memperbincangkan tentang cara mengajarkan kepada anak didik. Berdasarkan
pertimbangan psikologisnya, Ibnu Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran
tertentu tidak akan dapat dijadikan kepada bermacam-macam anak didik dengan
satu cara saja, melainkan harus sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Penyampaian materi pelajaran pada anak
didik harus disesuaikan dengan sifat dari mata pelajaran tersebut. Dengan
demikian, antara metode dan materi yang diajarkan tidak akan kehilangan daya
relevansinya. Metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain metode
talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi magang dan penugasan.
Metode talqin digunakan untuk mengajarkan membaca Al-Quran kepada anak didik
sebagian demi sebagian. Setelah itu anak tersebut disuruh mendengarkan dan
disuruh mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dan dilakukan berulang-ulang
hingga hafal. Cara seperti ini dalam ilmu pendidikan modern dikenal dengan nama
tutor sebaya sebagaimana dikenal dalam pengajaran dengan modul.
Selanjutnya, mengenai metode demonstrasi
menurut Ibnu Sina dapat digunakan dalam cara mengajar, menulis. Menurutnya,
jika seorang guru akan memrpergunakan metode tersebut maka terlebih dahulu ia
mencontohkan tulisan huruf hijaiyah dihadapan murid-muridnya. Setelah itu
barulah menyuruh para murid untuk mendengarkan ucapan huruf-huruf hijaiyah
sesuai dengan makhhrajnya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara
menulisnya.
Berkenaan dengan metode pembiasaan dan
teladan, Ibnu Sina mengatakan bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu
metode pengajaran yang paling efektif, khususnya mengajarkan akhlak. Cara
tersebut secara umum dilakukan dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikan
dengan perkembangan jiwa si anak, sebagaimana hal ini telah disinggung pada
uraian di atas. Selanjutnya metode diskusi dapat dilakukan dengan cara
penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan pada suat masalah yang dapat berupa
pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Berkenaan dengan metode magang, Ibnu
Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan pengajaran yang dilakukannya.
Murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan
teori dan praktik di ruang kelas untuk mempelajai teori dan hari berikutnya
mempraktikkan teori tersebut di rumah sakit atau balai kesehatan. Selanjutnya
metode penugasan yaitu agar penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan
tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.[7][7]
Dari keseluruhan uraian mengenai metode
pengajaran tersebut terdapat empat ciri penting. Pertama uraian tentang
berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari Ibnu
Sina terhadap keberhasilan pengajaran. Kedua, setiap metode yang ditawarkannya
selalu dilihat dalam perspektif kesesuaianya dengan bidang studi yang
diajarkanya serta tingkat usia peserta didik. Ketiga metode pengajaran yang
ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperhatikan minat dan bakat si anak didik.
Keempat, metode yang ditawarkan Ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang
menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat perguruan
tinggi. Ciri- cirri metode tersebut hingga sekarang masih banyak digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Ibnu Sina
dalam bidang metode pengajaran masih relevan dengan tuntutan zaman.
4. Konsep guru
Konsep guru yang ditawarkan Ibnu Sina
antara lain berkisar tentang guru yang baik. Dalam hubungan ini, Ibnu Sina
mengatakan bahwa guru yang baik adalah berakal cerdas, beragama, mengetahui
cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh
dari berolok-olok dan main-main di hadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan
santun dan suci murni. Lebih lanjut Ibnu Sina menambahkan bahwa seorang guru
itu sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dam menonjol budi pekertinya,
cerdas, teliti, sabar, tlaten dalam membimbing anak-anak, adil hemat dalam
penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak- anak.
Tugas seorang guru dalam mendidik
tidaklah mudah. Sebab, pada hakikatnya tugas
pendidikan yang utama adalah membentuk perkembangan anak dan membiasakan
kebiasaan yg baik dan sifat-sifat yg
baik menjadi faktor utama guna mencapai kebahagiaan anak. Oleh karena itu,
orang yang ditiru hendaklah menjadi pemimpin yang baik, contoh yang bagus dan
berakhlak hingga tidak meninggalkan
kesan buruk dalam jiwa anak yang menirunya.
Jika diamati secara seksama, tampak
bahwa potret guru yang dikehendaki Ibnu Sina adalah guru yang lebih lengkap
dari potret guru yang dikemukakan para ahli sebelumnya. Dalam pendapat itu,
Ibnu Sina tidak saja menekankan unsur kompetensi atau kecakapan dalam mengajar,
tetapi juga kepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru akan
dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya,
dan dengan akhlak ia dapat membina mental dan akhlak anak.
5. Konsep hukuman dalam pengajaran
Ibnu Sina pada dasarnya tidak berkenan
menggunakan hukuman dalam kegiatan pengajaran. Hal ini didasarkan pada sikapnya
yang sangat menghargai martabat manusia. Namun, dalam keadaan terpaksa hukuman
dapat dilakukan dengan cara yang amat hati-hati. Ibnu Sina menyadari bahwa
manusia memiliki naluri yang selalu ingin disayang, tidak suka diperlakukan
kasar, dan lebih suka diperlakukan halus. Atas dasar pandangan kemanusiaan
inilah, Ibnu Sina sangat membatasi pelaksanaan hukuman. Penggunaan-penggunaan
bantuan tangan adalah pembantu paling diandalkan dan merupakan seni bagi
seorang pendidik. Dengan ada control secara terus-menerus, mendidik anak dapat
diawasi dan diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ibnu Sina membolehkan pelaksanaan
hukuman dengan cara yang extra hati-hati, dan hal itu hanya boleh dilakukan
dalam keadaan terpaksa atau tidak normal. Sedangkan dalam keadaan normal
hukuman tidak boleh dilakukan. Sikap
humanistik ini sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan,
kemanusiaan, kesederajatan dan sebagainya.[8][8]
E. Relevansi Pendidikan Ibnu Sina dengan Dunia Pendidikan Saat Ini
Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina
adalah kemandirian dalam mengemban beban hidup dan memberi kemanfaatan kepada
masyarakat, dengan jalan membina tiap anggota masyarakat dengan pekerjaan mereka
yang baik. Implikasi pemikiran Ibnu Sina adalah apabila anak sudah cukup cakap
dalam bidang keahliannya maka ia harus diberi lapangan usaha dan dibimbing
untuk hidup dari kepandaian.
Inti pemikiran dari Ibnu Sina adalah
membentuk insan yang kamil (sempurna), insan yang jasmani dan rohaninya
berkembang dengan baik.
PENUTUP
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali
Al-Husayn ibn Abdullah, Ia lahir pada 370 H. Bertepatan dengan tahun 980 M,di
Afshana, suatu daerah yang terletak dekat Bukhara, dikawasan Asia Tengah.
Ayahnya bernama Abdullah, seorang sajana terhormat Ismaili, berasal dari Balk,
Khurasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur disalah satu
pemukiman, sekarang wilayah Afganistan ( dan juga Persia) menginginkan putranya
dididik dengan baik di Bukhara.
Ibnu Sina meninggal pada tahun 428 H
(1037 M) dalam usia 57 tahun. Jenazah Ibnu Sina dimakamkan di bawah pagar
benteng Hamadan yang menghadap ke kiblat kemudian dipindah ke Isfahan di pintu
kota yang bernama “keunkanaad” dimana
Ibnu Sina perang disambut besar-besaran saat pertama kali ia datan ke kota
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Kurniawan,Syamsul & Erwin
Mahrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan. Jogjakarta: ar-ruzz media
Langgulung,Hasan.1998. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam.
Bandung: PT al-ma’arif
Ramayulis&Samsul Nizar. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam/Mengenal
Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia. Ciputat: quantum teaching
Sholehuddin,Sugeng. 2010. Reiventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Press
[3][3] M. Sugeng
Sholehuddin, Reiventing Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam,
(Pekalongan: STAIN Press, 2010), hlm.27
Post a Comment