Untuk anda yang ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan klik link dibawah ini!
I.
Pendahuluan
Agama Islam memperhatikan
kesehatan rohani sebagai jembatan menuju ketenteraman hidup dunia dan
keselamatan di akhirat, ia juga sangat menekankan pentingnya kesehatan jasmani
sebagai nikmat Allah yang sangat mahal untuk dapat hidup aktual secara optimal.
Sebab kesehatan jasmani disamping menjadi faktor pendukung dalam terwujudnya
kesehatan rohani, juga sebagai modal kebahagiaan lahiriah. Keduanya saling terkait
dan melengkapi tidak bisa dipisahkan bagai dua sisi mata uang.
Persoalan yang terkait
dengan kebutuhan kesehatan masyarakat dimana sering ada pertimbangan ilmu
kedokteran yang harus dilakukan sebagai upaya penyembuahn suatu penyakit ,
padahal tidak pernah dilakukan oleh para fuqoha klasik, semisal abu hanifah,
imam malik imam sayfii, iama abu hambal, padahal harus dilakukan padam masa
sekarang iki karena faktor kebutuhan untuk sehat misalnya transplantasi ke
organ tubuh manusia.[1]
Persoalan tersebut masih genjar
dimasyarakat sampai saat ini masih diperdebatkan dimasyarakat terutama umat
islam antara hallal dan haramnya oleh sebab itu kami membuat makalah ini untuk
memecahkan hukum tersebut.
II.
Pengertian
Transplantasi
Pencangkokan (transplantasi) ialah pemindahan
organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh
yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan
prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidua tidak ada lagi.[2]
Dalam pelaksanaan
transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya: pertama,
donor, yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk
dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi
kelainan. Kedua, resipien,
yaitu orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena organ tubuhnya
harus diganti. Ketiga, tim ahli, yaitu para dokter yang menangani
operasi transplantasi dari pihak donor kepada resipien.[3]
Terdapat beberapa tipe
donor organ tubuh, dan masing-masing tipe tersebut mempunyai permasalahan
sendiri, yaitu:
1. Donor dalam keadaan hidup
sehat
Tipe ini
memerlukan seleksi yang cermat dan general check up (pemeriksaan
kesehatan yang lengkap), baik terhadap donor maupun terhadap si penerima (resipien),
demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan oleh karena penolakan
tubuh resipien, dan sekaligus untuk mencegah resiko bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau
diduga kuat akan meninggal segera
Untuk tipe ini,
pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan,
misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat penunjang
kehidupan tersebut dicabut setelah selesai proses pengambilan organ tubuhnya.
3. Donor dalam keadaan mati
Tipe
ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan
kapan donor dianggap meniggal secara medis dan yuridis dan harus diperhatikan
pula daya tahan tubuh yang mau diambil untuk ditransplantasikan.[4]
III.
Hukum Transplantasi Organ Tubuh
A. Hukum
transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan hidup sehat
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih
dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya haram, dengan alasan :
1. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah al-Baqarah
ayat 195 :
wur ..... (#qà)ù=è? ö/ä3Ï÷r'Î/ n<Î) Ïps3è=ökJ9$# ¡
....
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
Ayat tersebut mengingatkan, agar jangan
gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan
akibatnya, yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri pendonor, meskipun
perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur.
2. Qaidah Fiqhiyah
“Menghindari kerusakan didahulukan dari
menarik kemaslahatan”.[5]
Misalnya menolong orang dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang bisa
berakibat fatal bagi dirinya, tidak dibolehkan dalam islam.
الضَّرُوْرَة لَايزَالَ بِالضَرُر
“Bahaya tidak boleh
dihilangkan dengan bahaya lain”.[6]
B. Hukum transplantasi
organ tubuh donor dalam keadaan koma
Melakukan transplantasi organ tubuh donor
dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram
walaupun menurut dokter bahwa si pendonor itu akan segera meninggal, karena hal
itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah. Hal tersebut dapat dikatakan euthanasia atau mempercepat
kematian. Mengambil
organ tubuh donor dalam keadaan koma tidak boleh menurut islam dengan alasan:
a. Hadits Nabi SAW
لَاضَرُر وَلَاضَرَار رواه ابن مجة
“tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak
boleh pula membuat mudharat pada orang lain.”(HR Ibnu Majah)
b. Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan
penyakitnya demi mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada
ditangan Allah.[7]
C. Hukum transplantasi organ tubuh dalam keadaan
telah meninggal
Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata
atau ginjal) yang sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah,
yaitu dibolehkan menurut pandangan islam, dengan syarat bahwa resipien
(penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya
bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara
optimal, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan :
a. Qaidah fiqhiyah
“Darurat akan membolehkan yang diharamkan” dan
“Bahaya itu harus dihilangkan”.
b. Fatwa MUI Tanggal 29 juni 1987
Bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain
yang lebih baik, maka pengambilan jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan
orang yang masih hidup, dapat dibenarka oleh hukum islam dengan syarat ada izin
dari yang bersangkutan baik lewat wasiat pendonor sewaktu masih hidup dan izin
keluarga (ahli warisnya).[8]
Sehubungan dengan hukum yang diterangkan diatas, maka
terdapat dua pandanag umum mengenai hukum transplantasi organ tubuh manusia
menurut ulama’ fuqaha yaitu :
1. Pandangan yang menentang
Terdapat dua ulama yang terkemuka yang menulis
penolakan terhadap transplantasi organ tubuh manusia yaitu Mufti Muhammmad
Syafi’ dari Pakistan dan Dr. Abdul Assalam al Syukri dari Mesir.
Mufti Syafi’ berpendapat mengenai pandangannya
atas tiga prinsip
a. Kesucian hidup atau tubuh manusia
b. Tubuh manusia adalah amanah
c. Praktik tersebut bisa disamakan dengan
memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material
Sedangkan
menurut Dr. Al Syukri berdasarkan atas beberapa pertimbangan:
a. Kesucian tubuh manusia
b. Larangan menggunakan benda terlarang sebagai
obat
c. Menjaga kemuliaan hidup manusia
d. Menghindari dari keraguaan
2. Pandangan yang mendukung
Para ulama yang mendukung pembolehan
transplantasi organ tubuh berpendapat bahwa transplantasi organ tubuh harus
dipahami sebagai satu bentuk layanan altruistik (mendahulukan kepentinga orang
lain) bagi sesama muslim. Pendapat ini diambil dari beberapa prinsip yaitu :
a.
Kesejahteraan publik (kemaslahatan umat)
b.
Altruisme
c.
Penjualan organ tubuh
d.
Organ tubuh non muslim[9]
Adapun dalil yang dapat dijadikan dasar untuk
membolehkan transplantasi organ tubuh, antara lain :
1. Al-qur’an surah Al-Baqarah ayat 195, yaitu
bahwa islam tidak membenarkan seseorang membiarkan dirinya dalam keadaan
bahaya, tanpa berusaha mencari penyembuhan secara medis dan non medis, termasuk
upaya transplantasi, yang memberikan harapan untuk bisa bertahan hidup dan
menjadi sehat kembali.
2. Al-qur’an surah Al-Maidah ayat 2, dan
tolong menolonglah dalam kebaikan dan tanpa dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa.
3. Al-qur’an surah Al-Maidah ayat 32, dan
barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah olah ia
memelihara kehidupan manusia semuantya.
4. Hadits Nabi SAW : “brobatlah kamu hai
hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit,
kecuali dia juga meletakkan obat penyembuhnya, selain penyakit yang satu yaitu
penyakit tua”. (Hr Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim dari Usamah Ibnu Syuraih)
IV.
Penutup
A.
Kesimpulan
Pada keterangan dalail-dalil dan pendapat ulama’ diatas
bahwa transplantasi organ tubuh ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak
membolehkannya. Maka dari itu kami sebagai pemakalah menyimpulkan bahwa hukum
transplantasi organ tubuh manusia hukumnya mubah selama tidak keluar dari hukum
syariat Islam.
B.
Saran
Sebelum melakukan penyembuhan melalui traansplantasi
organ tubuh manusia yang sakit atau mengalami kerusakan alangkah baiknya kita
sebagai manusia berusaha ikhtiyar mencari penyembuhan lain selain transplantasi
organ tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Aibak, Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: SUKSES Offset.
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. 2004. Organ Transplanation, Euthanasia, Cloning and Animal
Experimentation: An Islamic View. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Nata, Abuddin. 2014. Masail Al-Fiqhiyah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Mahjuddin. 2012. Masail Al
Fiqh kasusu-kasus aktual dalam hukum islam. Jakarta: Kalam Mulia
Post a Comment