Untuk
anda yang ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan
klik link dibawah ini!.
PENDAHULUAN
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, terdapat
dinasti-dinasti kecil, di antaranyaDinasti Buwaihi yang berkuasa di Irak yang
bercorak Persia. Kemudian dilanjutkan DinastiSaljuk yang bercorak Turki .Kedua
dinasti ini merupakan bagian dari sejarah perdaban Islamyang pernah berkuasa.
Keberadaan dan kekuasaannya akan memberikan citra terhadap perkembangan
peradaban Islam masa lalu dan memberikan inspirasi bagi generasi
berikutnya.Kekuasaan Dinasti Buwaihi yang beraliran Syi’ah menjadikan Baghdad
sebagai pusat pemerintahannya dengan membangun gedung tersendiri yang
diberi nama Darul Mamkalah.
Setelah mengalami masa kemajuan, akhirnya Dinasti
Buwaihi mengalami kejatuhan ketikadirampas oleh Bani Saljuk.Akhirnya Bani
Abbasiyah menjadi dibawah kendali Bani Saljuk dalam waktu yang cukup
lama.Berikut ini akan disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan dinasti Buwaihi
dan Dinasti Saljuk, yaitu kelahiran dan perpecahan imperium Buwaihiyah,
momentum-momentem penting selama imperium Buwaihiyah, kelahiran dan perpecahan
Imperium Saljukiyah, dan momentum-momentum penting selama impoerium Saljukiyah.
PEMBAHASAN
A. Kelahiran dan perpecahan imperium Buwaihiyah
Dailam terletak di selatan pantai Khazar, yaitu daerah
pegunungan yang dihuni oleh orang-orang yang disebut Dayalimah. Bahasa yang
dipergunakan adalah bahasa Persia serta tradisi mereka jika mereka memiliki
tradisi adalah tradisi Persia. Namun, seperti yang ditulis oleh oleh sejarawan,
mereka tidak berasal dari Iran. Bisa jadi, mereka adalah campuran dari orang
Iran, Turki dan yang lainnya. Campuran tersebut menyebabkan mereka menjadi
bangsa yang keras, kuat, giat, pandai berperang dan sangat perkasa.[1]
Di negeri tersebutlah hidup seorang laki-laki miskin
ang bekerja sebagai nelayan, dia adalah Buwaih. Buwaih mempunyai tiga orang
anak laki-laki, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Mereka menjadikan lapangan
ketentaraan sebagai mata pencarian dan telah bergabung dengan tentara Makan bin
Kali salah seorang panglima terkenal di Dailam. Makan bin Kali ialah panglima kedua di Dailam
sesudah Laila bin an Nukman yang menjadi panglima yang pertama. Ketika Laila
terbunuh sewaktu memimpin tentara Zaidiyah menentang raja Samaniyah, Makan
telah mengambil tempatnya sebagai panglima yang pertama. Tetapi salah seorang
bawahannya bernama Asfar bin Syiruwaih telah berkhianat dan namanya terus
menjadi terkenal. Asfar telah dibantu oleh seorang panglima lain bernama
Mardawij bin Ziar. Kedua-dua mereka telah berhasil memperoleh kemenangan
menentang Makan.Tetapi Asfar telah terbunuh pada tahun 316.Dengan itu
kekuasaannya berpindah pada Mardawij dan Wasyamkir.
Sementara itu anak-anak Buwaih telah berpihak kepada
Mardawij setelah Makan mengalami kekalahan, tetapi sebelum mengambil tindakan
itu mereka telah meminta izin terlebih dahulu kepada Makan dengan alasan untuk
meringankan beban Makan dan akan menyokongnya kembali apabila kekuatannya pulih
kembali. Makan telah
mengizinkan mereka berbuat demikian dan sekumpulan panglima-panglima lain juga
turut mengikuti jejak langkah mereka. Mardawij telah menyambut dan
mengelu-elukan mereka dan masing-masing bekas tentara Makan itu diserahkan
menjadi pemerintahan di wilayah-wilayah yang telah ditundukan oleh Mardawij.
Ali bin Buwaih bertugas memerintah wilayah Karkh. Mardawij juga menugaskan
Hasan dan Ahmad ke wilayah-wilayah lain.
Setibanya
di Karkh, Ali bin Buwaih telah berhasil mempengaruhi pemimpin-pemimpin dan
panglima-panglima di wilayah tersebut dengan kebaikan dan toleransinya.
Mardawij merasa gelisah
dan bimbang kerajaannya akan terancam. Hal ini telah mendorong Ali bin Buwaih
untuk memperkukuh kedudukannya dan membuat persiapan menghadapi tuannya. Ali
telah meluaskan lagi pemerintahannya dengan menaklukan Asfahan. Kemudian dengan
pertolongan kedua saudaranya ia menaklukan Syiraz dan menjadikannya sebagai
pusat mendapatkan restu dari Mardawij
serta tetap menganggap Mardawij sebagai tuannya dan menyerahkan saudaranya al Hasan sebagai
tebusan kepada Mardawij. Mardawij telah diserang dan dibunuh oleh
sekelompok laskar-laskarnya dari keturunan Turki. Al-Hasan bin Buwaih telah
mengambil kesempatan dari terbunuhnya Mardawij. Setelah itu terbukalah dengan luas pintu
kemenangan bagi Bani Buwaih.[2]
Keadaan
Baghdad saat itu juga
semakin buruk, golongan Mamalik dan Amir-amir Umara tidak berhasil menjalankan
pemerintahan dengan baik. Pada tahun 334 panglima-panglima Baghdad telah
menulis kepada Ahmad supaya datang ke Baghdad dan mengambil kekuasaan.Ahmad
telah menanggapi permintaan tersebut dan khalifah Abbasiyah telah
mengelu-elukan serta menjadikannya Amir Umaraa’ dengan gelar Mu’izzud Daulah,
Ali diberi gelar Imadud Daulah dan Hsan diberi gelar Ruknud Daulah. Selama
masa-masa kejayaan mereka, Bani Buwaih menaikan dan menurunkan Khalifah
sekehendak hatinya. Di Baghdad
mereka melestarikan sejumlah istana megah dan menyebutnya dengan nama Dar
al-mamlakah (kampung kerajaan). Kekuasaan Buwaih mencapai puncaknya dibawah
kepemimpinan Adud Daulah (949-983) putra Rukn al Daulah. Adud bukan hanya
seorang penguasa Buwaih yang paling unggul tetapi ia juga yang paling
termasyhur dizamannya.[3]
Kemudian Bani
Buwaih mengalami perpecahan. Perpecahan
Bani Buwaih terjadi pada saat anak-anak Buwaih yaitu Ali, Ahmad dan Al-Hasan
yang membagi-bagikan sesama mereka
kawasan-kawasan yang mereka takluki. Ahmad dan Hasan bekerja sama dengan Ali (Imadud Daulah) karena Ali sebagai
saudara yang paling tua mempunyai kekuasaan tertinggi. Keadaan itu terus
berlangsung sepanjang zaman mereka, yang mana sistem pemerintahannya mengandung
bibit-bibit pepecahan. Perpecahan terjadi dikalangan anak cucu mereka, sehingga
membawa kepada peperangan diantara mereka sendiriyang seterusnya mengancam
kekuatan mereka. Peperangan tersebut membuka jalan ke arah munculnya kekuatan
lain yang memisahkan diri dari kekuasaan Bani Buwaih[4]
Yang menyebabkan kehancuran imperium Buwaihiyah yaitu semakin gencarnya serangan
Byzantium ke dunia islam, semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil (Fatimiyah,
Ikhsyidiyah, Hamdaniyah, dan Ghaznawiyah) yang membebaskan diri dari kekuasaan
pusat di Baghdad. Kemudian Tughril Bek, raja dari Dinasti Saljuk memasuki
Baghdad, menyerang dan mengakhiri riwayat kekuasaan Bani Buwaihiyah.[5]
B. Momentum-momentum penting selama imperium Buwaihiyah
1. Baghdad dan Siraz
Dizaman Buwaih
Baghdad telah kehilangan kepentingannya dari segi politik yang mana telah
berpindah ke Syiraz, tempat bermukimnya Ali bin Buwaih yang bergelar Imadud
Daulah dan yang menikmati kekuasaan tertinggi di dalam kerajaan ke Baghdad dan
telah direbuti oleh generasi Bani Buwaih berikutnya. Pengaruh baghdad dari segi
agama juga semakin pupus, disebabkan perselisihan madzhab diantara
khalifah-khalifah Bani Buwaih.
1. Ikhwanus Safaa
Dizaman Bani
Buwaih muncul kumpulan Ikhwanus-Safaa yang mengamalkan berbagai falsafah dan hikmat yang dikatakan bersumber
dari mereka.
2. Negeri-negeri yang memisahkan Din dizaman Bani Buwaih
Semasa berada
dipuncak kekuatan, Bani Buwaih telah menyatakan kembali sebagian wilayah islam
yang telah memisahkan diri dari pemerintahan Khalifah Abbasiyah. Tetapi kalau
kekuasaan Bani Buwaih mulai merosot banyak pula kerajaan yang memisahkan diri
dari pemerintahan Khalifah Abbasiyah, diantaranya ialah kerajaan Imran bin
Syahin di Batinah, kerajaan Najahiyah di Yaman, kerajaan ‘Uqailiyah di Mausil,
kerajaan kaum Kurd di Diar Bakr, kerajaan Mirdasiyah di Aleppo, kerajaan
Samaniyah di seberang sungai dan di Khurasan dan kerajaan Saktikiyah di Ghaznah.
3. Perselisihan Mazhab
Perselisihan
mazhab ini terjadi dengan rakyat Baghdad.Bani Buwaih adalah penyebar mazhab
Syi’ah yang sungguh bersemangat, akan tetapi kebanyakan rakyat Baghdad
bermahzab Ahlus-Sunah.[6]
C. Kelahiran dan perpecahan imperium Saljukiyah
Abad
kedua dan ketiga Hijrah telah menyaksikan kelompok-kelompok dari suku-suku kaum
keturunan Saljuq bin Duqaq dari suku bangsa Guzz dari Turki mengungsi dari
pedalaman turkistan karena tekanan
politik atau ekonomi, menuju ke arah barat dan mencoba menetap dikawasan
seberang sungai dan kawasan Khurasan. Ketika Saljuq muncul pada pertengahan
kedua abad keempat, suku-suku kaum ini telah bersatu dibawah pimpinanya dan
digelarkan dengan namanya serta terus tunduk dibawah pemerintahan anak cucunya.
Kaum saljuq itu bermukim berdekatan dengan kaum Samaniyah dan Ghaznah.Peperangan-peperangan
telah meletus diantara kaum Samaniyah dan Ghaznah.Kaum Saljuq berpihak dan
mendukung pada kaum Samaniyah kaum Samaniyah mengizinkan kaum Saljuq menetap
berdekatan dengan tebing sungai Sihun.Ketika kerajaan Samaniyah telah lumpuh
pada penghujung abad keempat (389 H), berhadapan dengan kaum Ghaznah yang kian
meningkat.Ini telah memberi kesempatan kepada kaum Saljuq untuk memerdekakan
diri bersama-sama dengan sisa-sisa milik kerajaan yang runtuh itu.[7]
Sepeninggal
Saljuq, estafet kepemimpinan Bani Saljuq digantikan oleh anaknyayang bernama
Israel. Melihat kekuatan semakin hari semakin kuat maka pemimpin kaum Ghaznawy
yaitu Sultan Mahumud mulai waspada. Karena itu Sultan Mahmud mengundang Israel
untuk berunding. Karena itulah Israel ditangkap dan dipenjarakan. Tampaknya
perundingan itu hanya tipu muslihat saja dalam usaha menangkap Israel.
Orang-orang Saljuq kemudian mengangkat Mikail untuk memimpin mereka. Menyadari
kekuatan Bani Saljuq tidak seimbang dengan kekuatan Sultan Mahmud, Mikail emilih
berdamai. Perdamain itu terwujud waktu yang tidak lama, karena Sultan Mahmud
menyerang Bani Saljuq yang menyebabkan meninggalnya Mikael.[8]
Setelah
Mikail meninggal, selanjutnya kaum Saljuq dipimpin oleh Tughrul Bek. Di masa
Tughrul Bek ini, khalifah Abbasiyah yang waktu itu dipegang oleh Al-Qaim
meminta bantuan kepadanya untuk menumpas pemberontakan Al-Basasiry. Permintaan
itu tentu disambut dengan baik oleh Tughrul. Sehingga kaum Saljuq segera
memasuki kota Baghdad dibawah pimpinan Tughrul Bek pada tahun 447/1055 M dan
kemudian menjadi sultan atau penguasa di Abbasiyah. Dengan demikian Tughrul Bek
masuk Baghdad dan dapat merebut ibu kota Baghdad dari tangan Al-Basasiry yang
ingin menegakkan kekuasaan daulat Fathimiah di Baghdad. Karena kesuksesan
itulah kemudian Khalifah Al Qaim memberi gelar Al Mulk kepada Tughrul Bek.[9]
Kemudian Bani
Saljuq mengalami keruntuhan , banyak faktor yang menyebabkan kehancuran
kesultanan saljuq yang juga dengan kejatuhannya mengakibatkan kejatuhan dinasti
Abbasiyah, yaitu faktor dari dalam negeri ialah pemberontakan golongan
Ismailiah dari kelompok Hasyiyasin. Faktor keruntuhan dari dalam negeri yang
terpenting ialah berdirinya wilayah-wilayah Amiriyah Utabak.[10]
Ada juga
faktor dari luar, yaitu perselisiahan yang terjadi didalam keluarga Saljuq
antara saudara mereka, paman, anak-anak dan cucu. Masuknya pengaruh kaum wanita
dalam pemerintahan. Lemahnya khalifah bani Abbas dalam menghadapi kekuatan
militer saljuq, sehingga pemerintahan bani Abbas tidak mampu menolak siapapun
yang duduk dikursi kesultanan Saljuq dan mendengungkan khutbah untuk semua
pemenang yang kuat. Ketidak mampuan pemerintahan Saljuq dalam menyatukan
wilayah Syam, mesir dan Irak dibawah panji kekuasaan bani Abbas Terjadinya
fiksi didalam kekuasaan Saljuq hingga menimbulkan bentrokan militer yang
terus-menerus.inilah yang menghancurkan kesultanan saljuq hingga dia harus
kehilangan kesultanannya di Irak. Konspirasi orang-orang aliran Bathiniyah terhadap kesultanan Saljuq yang mereka lakukan
dengan cara membunuh dan menghabisi para sultan dan pemimpin-pemimpin mereka
serta komandan-komandan perangnya. Perang salib yang datang dari
belakang samudra serta pertempuran kesultanan Saljuq dengan pasukan Barbariq
yang berasal dari eropa, dan masih banyak lagi.[11]
D. Momentum-momentum penting selama imperium Saljukiyah
1. Perkawinan antara kalangan kaum Saljuq dengan kalangan Bani
Abbasiyah
Perkawinan di
antara putra-putri Bani Abbas dengan putri-putri Saljuq adalah suatu perkara
biasa, karena memang banyak putra-putra Bani Abbas yang mempunyai istri-istri
dari berbagai keturunan dan warna kulit. Tetapi apa yang terjadi di zaman kaum
saljuq itu adalah suatu perkara yang luar biasa, yaitu perkawinan antara
Sultan-sultan Saljuq dengan putri-putri khalifah Abbasiyah.
2. Penaklukan Asia kecil
Sebelum zaman Saljuq, penaklukan islam tidak
sampai ke asia Kecil. Pada masa itu kaum Muslimin dari satu pihak dan kaum
Byzantium dari pihak yang lain, hanya melancarkan serangan-serangan kecil yang
hanya bertujuan untuk menimbulkan ketakutan satu sama lain atau untuk
memperoleh hatra rampasan dan barang-barang. Tetapi kaum saljuq telah memasuki
Asia kecil melalui pertempuran-pertempuran yang bertujuan menumpas kaum
Byzantium dikawasan tersebut. Serta menghapuskan sama sekali kekuasaan Roma dari
bumi Asia. Kaum saljuq telah berhasil dalam tugas ini dan telah mengalahkan
telah mengalahkan tentara Byzantium pada tahun 1071 M, serta menaklukan
sebagian besar Asia kecil yang sebelum itu tidak sempat ditaklukan oleh
orang-orang arab. Mereka kemudian menjadikan
sebagai kawasan itu sebagai tapak kaum bangsa keturunan Turki.
3. Hasysyasyin
Kelompok Hasyasyin
merupakan bagian aliran Ismailiah yang merupakan Great Terror didalam
masa dekat dua abadlamanya semenjak perbatasan Thian Shan disebelah timur sampai
kepada pesisir utara Afrika, amat menakutkan dan dibenci oleh para pembesar
Daulat Abbasiah maupun para pembesar angkatan salib karena banyak melakukan
pembunuhan-pembunuhan politik secara gelap.[12]
4. Kerajaan-kerajaan yang lahir setelah keruntuhan kaum Saljuq
Kerajaan-kerajaan
terpenting yang lahir setelah keruntuhan kaum Saljuq ialah kerajaan Khuwarizm
yang muncul setelah keruntuhan kaum saljuq ‘Izam dan Saljuq Iraq dan Kurdistan,
kerajaan Ghuz Turkaman yang menggantikan kerajaaan saljuq Karman, kerajaan Ghur
dan kerajaan Urtuqiyah, kedua menggantikan kerajaan saljuq di Syiria, kerajaan
saljuq Roma. Disamping semua ini adalah kerajaan-kerajaan Urtubak.
5. Bangunan dizaman kaum Saljuq
Kaum Saljuq sangat suka pada bangunan-bangunan
yang besar , ukiran-ukiran yang cantik dan gambar yang pnuh warna-warni penuh
hiasan. Hasil-hasil seni ini sangat digemari dizaman mereka. Banguan-bangunan Saljuq di Asfahan
merupakan bukti minat mereka terhadap bidang bangunan.Mereka telah mendirikan
tiang-tiang yang tinggi untuk membuat bangunan-bangunan yang besar.[13]
PENUTUP
Wilayah kekuasaan Dinansti Buwaihi meliputi Irak dan Iran.Dinansti ii
dibangun oleh tiga bersaudara, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad.Perjalanan Dinanst
Buwaihi dapat dibagi dalam dua periode.Periode pertama merupakan periode
pertumbuhan dan konsolidasi, sedangkan periode kedua adalah periode
defensif.Dinanst ini mengalami perkembangan pesat ketika dinasti Abbasiyah di
Baghdad mulai melemah.Dan mengalami kemunduran dengan adanya pengaruh Tughril
Bey dari Dinansti Saljuq.Peninggalanya berupa Observatorium di Baghdat dan
sejumlah perpustakaan di Syiraz, Ar-Rayy, dan Isfahan (Iran).
Saljuq adalah nama keluarga keturunan Saljuq bin Duqaq (Tuqaq) dari suku
bangsa Guzz dari Turki yang menguasai asia barat pada abad ke 11 dan akhirnya
mendirikan sebuah kekaisaran yang meliputi kawasan Mesopotamia, Suriah,
Palestiana dan sebagian besar Iran. Tokoh yang dipandang sebagai pendiri
dianasti Saljuq yang sebenarnya adalag Tughril Bey.Ia berhasil memperluas
wilayah kekuasaan dinansti Saljuq dan mendapat pengakuan dari dinansti
Abbasiyah. Dinasti Saljuq
melemah satelah para pemimpinnya meninggal atau ditaklukan bangsa lain.
Peninggalan dinasti ini adalah kizil kule (menara merah) di Alanya, Turki
selatan, yang merupakan pangkalan pertahanan Bani Saljuq dan Masjid Jumar di
Isfahan, Iran.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Al Mukaram Ustadz Muhammad Labib. 2003. Sejarah
dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna
Baru.
Al Isy, Yusuf. 2007. Dinasti Abbasiyah.
Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Ash Shalabi, Ali Muhammad. 2008. Bangki dan Runtuhnya
Khilafah Usmaniyah. Jakarta:
Pustaka Al Kautsar.
Fuadi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam.
Yogyakarta: Teras.
Hitty, Phillip K. History of The Arabs.
2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Khoiriyah. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam.
2012. Yogyakarta: Sukses Offset.
Sou’yb, Joesoef. 1978. Sejarah Daulat
Abbasiyah III. Jakarta: Bulan Bintang.
Post a Comment