0 Komentar
Untuk anda yang ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan klik link dibawah ini!.
Download Makalah Hadis Tarbawi (Peserta Didik)
 
Download Makalah Lain :
Analisis Terhadap Psikologi Agama
Pengaruh Psikologi Agama Terhadap Perilaku Peserta Didik
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Power Point

BAB III
HADITS-HADITS TENTANG PESERTA DIDIK

1.C Drongan untuk Menjadi Ilmuan
 
أَخْبَرَنَا قَبِيصَةُ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ 
بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ اغْدُ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا وَلَا تَكُنِ الرَّابِعَ فَتَهْلِكَ
 (أخرجه الدارمي موقوفا : كتاب المقدمة : باب العلم) 
Terjemah hadits:
Telah mengabarkan kepada kami Qabishah telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari 'Atha` bin As Sa`ib dari Al Hasan dari Abdullah bin mas'ud radliallahu 'anhu ia berkata: "Siapkanlah diri kamu (untuk menjadi) seorang ulama`, seorang pelajar, atau seorang pendengar setia, dan janganlah kamu menjadi (bagian) dari yang keempat, niscaya kamu akan celaka."
 
2. Pendidikan Seumur Hidup
 
أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ
Terjemah Hadits:
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”
 
 
 
 
 
 
 
A.    PENDAHULUAN
               Islam adalah agama yang sistem akidah dan syariatnya ditegakakn atas dasar ilmu. Artinya, Islam merupakan agama yang menampilkan diri berdasarkan atas ilmu pengetahuan dan menjadikan tuntutan mencari ilmu sebagai salah satu bentuk ibadah yang paling besar nilainya. Mencari ilmu merupakan keharusan bagi orang yang beragama, dan  sebaliknya beragama merupakan sebuah keharusan bagi seorang ilmuwan.  Dalam agama Islam menuntut ilmu juga ditentukan waktunya, yaitu sejak dari ayunan sampai keliang lahat.
 
B.     URAIAN HADITS
1.C Drongan untuk Menjadi Ilmuan
Keterangan  Hadits:
Manusia disuruh untuk menjadi salah satu dari ketiga macam yang telah disebutkan hadits tersebut: pertama, supaya kita menjadi guru (mengajar), karena telah mempunyai ilmu. Kedua,  jika kita tidak pandai mengajar, maka belajarlah dan ketiga,  jika tidak bisa, maka menjadi pendengarlah, seperti mendengarkan ceramah-ceramah dan sebagainya. Apabila tidak bisa menjadi salah satu dari ketiga tersebut, maka jadilah kita yang keempat yaitu kebodohan dan kerugian.
               Berkenaan tentang hadits yang memiliki tema inti tentang seorang guru (mu’allim), dapat dipahami bahwa Allah memberikan posisi istimewa kepadanya. Tesis tersebut didasarkan pada realitas sejarah serta hadits yang disinyalir Rasulullah, yang menyatakan bahwa beliau diutus oleh Allah ke dunia ini untuk berkarir (diantaranya) sebagai mu’allim, yang diawali dengan Allah memerintahkan beliau melakukan iqra’ (membaca). 
                Allah memberikan motivasi kepada umatnya untuk melengkapi dirinya dan memperkaya dirinya dengan ilmu. Hal ini karena: pertama, ilmu merupakan tiang kehidupan, dasar kebangkitan umat, tonggak budaya dan sarana mencapai kemajuan, baik individu maupun masyarakat. Artinya hanya dengan ilmulah potensi manusia  dapat ditumbuh kembangkan dan mampu menerjemahkan ajaran agamanya dalam kehidupan. 
Islam memandang bahwa ilmu dan agama saling berkorelasi.
·         Al-Ghazali mengumpamakan hubungan antara akal (perangkat menggali dan menjelajahi ilmu pengetahuan) dan agama (syara’) bagaikan fondamen dan bangunannya. Fondamen tidak akan ada gunanya tanpa tercipta bangunan diatasnya, sementara sebuah bangunan tidak akan kuat tanpa adanya fondamen.
                  Dengan demikian, menggali ilmu meruapakan keharusan bagi orang yang akan beragama, dan sebaliknya beragama merupakan sebuah keharusan bagi seorang ilmuwan. Karena jika tidak demikian, ilmu yang dikembangkannya justru tidak akan memberikan kebahagiaan dan kemudahan hidup manusia, tetapi sebaliknya mendatangkan bahaya bagi kehidupan. Demikian juga dalam beragama, jika tidak dihayati dan diamalkan dengan ilmu, justru bisa menyimpang dari apa yang sesungguhnya diajarkan islam.  
·         Quraish Shihab, ilmu yang dalam kenyataan dewasa ini bebas nilai, dan harus dimuati nilai rabbani oleh para Ilmuan muslim. Persoalannya kini adalah tergantung niat kuat dan upaya seseorang, apakah ia akan menjadi berilmu tanpa iman, beriman tanpa ilmu, tidak berilmu dan tidak beriman, atau berilmu dan beriman. Seharusnya, alternatif yang terakhir itulah yang dimiliki oleh setiap hamba yang mengaku diirinya mukmin.[1]
 
 
 
 
 
 2. Pendidikan Seumur Hidup
                Seorang ulama berkata: “Waktu belajar sejak dari ayunan sampai keliang lahat; dan sebaik-baik waktu adalah masa muda, menjelang waktu subuh dan antara maghrib dan isya’.” 
               Hendaknya seorang murid menghabiskan waktunya untuk belajar, bila ia telah bosan dari satu bidang ilmu ia bisa berpindah ke bidang ilmu lainnya. Ibnu Abbas ra jika merasa bosan dengan ilmu tauhid beliau berkata: “Tolong ambilkan buku syair para penyair.”[2]
               Konsep pendidikan seumur hidup dalam GBHN dinyatakan bahwa: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah  tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.”
               Didalam UU Republik Indonesia  No.2 Tahun 1989 tentang Sisitem Pendidikan Nasional Pasal 10 ayat (1), pendidikan itu hanya dibagi dua, yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah dibagi pula yang dilembagakan dan yang tidak dilembagakan.
1.      Pendidikan Sekolah
Adalah pendidikan sekolah yang teratur, sisitemats, mempunyai jenjang dan yang dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang belangsung darin taman kanak-kanak sampai pergurun tinggi.
2.      Pendidikan Luar Sekolah
a.      Yang Dilembagakan
Adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana diluar kegiatan persekolahan.
Calon peserta didik (raw-input) pendidikan luar sekolah yang dilembagakan, yaitu:
1.      Penduduk usia sekolah yang tidak pernah mendapat keuntungan atau kesempatan memasuki sekolah.
2.      Orang dewasa yang tidak pernah sekolah.
3.      Peserta didik yang putus sekolah (drop-out), baik dari pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
4.      Peserta didik yang telah lulus satu sisitem pendidikan sekolah, tetapi tidak dapat melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi.
5.      Orang yang telah bekerja, tetapi ingin menambah keerampilan lain. 
b.     Yang Tidak Dilembagakan
Adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak  sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis, sejak seorang lahir sampai mati, seperti didalam keluarga, tetangga, pekerjaan,                   hiburan, pasar, atau didalam pergaulan sehari-hari.[3]
 
C.    KESIMPULAN
                   Manusia disuruh untuk menjadi salah satu dari ketiga macam: pertama, supaya kita menjadi guru (mengajar), kedua,  jika kita tidak pandai mengajar, maka belajarlah dan ketiga,  jika malas belajar, maka menjadi pendengarlah, seperti mendengarkan ceramah-ceramah dan sebagainya. Apabila tidak bisa maka, kebodohan dan kerugian ada pada diri kita. 
Allah memberikan motivasi kepada umatnya untuk melengkapi dirinya dan memperkaya dirinya dengan ilmu. 
                   Waktu belajar sejak dari ayunan sampai keliang lahat; dan sebaik-baik waktu adalah masa muda, menjelang waktu subuh dan antara maghrib dan isya’.
D.    DAFTAR PUSTAKA
 
Ihsan,Fuad. 1996. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Sumbulah, Umi. 2008. Kritik Hadits Pendekatan Historis Metodologis. Malang:UIN Malang Press. 
Sunarto, Achmad. 2012. Terjemag Ta’lim Muta’alim. Surabaya:Al Miftah.
 




[1] Umi Sumbulah, Kritik Hadits Pendekatan Historis Metodologis (Malang:UIN Malang Press, 2008), hlm 194-202
[2] Achmad Sunarto, Terjemag Ta’lim Muta’alim (Surabaya:Al Miftah, 2012) hlm 158
[3] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta:PT Rineka Cipta, 1996) hlm 40-43

Post a Comment

 
Top