Untuk anda
yang ingin mendownload filenya, berbentuk (.docx)
Silahkan
klik link dibawah ini!
Download Makalah Ilmu Mantiq (PembagianIlmu dan ad Dalalah dalam Perspektif Ilmu Mantiq)
Download Makalah Lain :
Analisis Terhadap Psikologi Agama
Pengaruh Psikologi Agama Terhadap Perilaku Peserta Didik
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Power Point
BAB I
PENDAHULUAN
Akal, suatu sarana super canggih, dikaruniai tuhan hanya
kepada manusia, tidak kepada mahluk lainnya. Dengan akal manusia dapat memahami
sesuatu yang belum diketahuinya, atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang
sudah diketahuinya baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia-rahasia
yang terkandung di dalamnya.
Akan tetapi hasil pemikiran manusia meskipun dengan
menggunakan akal, tidak selalu benar. Hasil pemikirannya kadang-kadang salah
meskipun ia telah bersungguh-sungguh berupaya mencari yang benar. Kesalahan itu
bisa saja terjadi tanpa tersengajakan olehnya. Jika hal itu memang terjadi maka
ia telah mendapat pengetahuan yang salah meskipun ia yakin akan kebenarannya.
Oleh karena itu, supaya manusia teramankan dari kekliruan
berfikir dan terselamatkan dari mendapat kesimpulan yang salah. Disusunlah
kaidah-kaidah berfikir atau metodologi berfikir ilmiah. Kaidah itu dapat
dipakai dalam kegiatan berfikir sehingga ia diharapkan akan mencapai
kesimpulan yang benar. Kaidah-kaidah tersebut telah tersusun dalam ilmu mantiq.
BAB
II
A.
Ilmu
1. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu[1]
Menurut Prof. KH. M Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu adalah
mengenal sesuatu yang belum dikenal[2]
Menurut Muhammad Nur Al-Ibrahim mengemukakan pengertian ilmu
menurut ahli mantiq, ilmu merupakan pencapaian objek yang belum diketahui dengan
cara meyakini atau menduga keadaannya bisa sesuai dengan realita.[3]
Ilmu menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin
atau mendekati yakin (Zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik
paham itu sesuai dengan realita maupun tidak[4]
Contoh: Anda, ketika berada dalam sinar cahaya bulan yang
samara-samar, kebetulan melihat bayang-bayang hitam setinggi manusia. Anda
lantas memahami bahwa bayang-bayang itu adalah bayangan manusia dan anda yakin
akan paham anda itu. Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar
bayangan manusia. Pemahaman anda itu merupakan lmu yang yakin dan sesuai dengan
realitas (Ilmu yaqini muthabiq lil-waqi’) akan tetapi, jika anda
mempunyai pengertian yang mendekati yakin (Zhan) bahwa bayang-bayang itu
adalah bayangan manusia. Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah
benar bayangan manusia. Maka pengertian anda itu merupakan ilmu yang mendekati
yakin (Zhan) dan sesuai dengan realitas (Ilmun zhanni muthabiq
lil-waqi’)
Pembagian
Ilmu Menurut Para Pakar Mantiq
Ilmu
|
|||
Tashawur
|
Tashdiq
|
||
Badihi
|
Nazhari
|
Badihi
|
Nazhari
|
Tabel di atas memperlihatkan bahwa ilmu, menurut ilmu
mantik, terbagi dua:
a)
Tashawwur
Tashawwur, yaitu memahami memahami sesuatu tanpa mengenaka
(meletakkan) sesuatu (sifat) yang lain kepadanya, seperti memahami kata Husein,
manusia, kerbau, rumah, gunung dan sebagainya. Tashawwur juga bisa diartikan
dengan mengetahui hakikat-hakikat objek tunggal dengan tidak menyertakan
penetapan kepadanya atau meniadakan penetapan drinya.
b)
Tashdiq
Tasdhiq,
yaitu memahami hubungan antara dua kata, atau menempatkan sesuatu (kata) atas
sesuatu (kata) yang lain. Ketika anda memahami Husein tanpa menetapkan sesuatu
yang lain kepadanya maka ilmu anda mengenai Husein itu Tashawwur. Tetapi,
ketika anda mengatakan Husein sakit, berarti anda memahaminya dengan menetapkan
(meletakkan) sakit kepada Husein. Pemahaman anda pada waktu itu sudah berpindah
dari Tashawwur kepada Tashdiq[5]
Ilmu Tashawwur dan Tashdiq masing-masing dibagi menjadi dua,
yaitu Badihi dan Nazhari.
I.
Badihi
Yaitu pemahaman tentang sesuatu yang tidak
memerlukan pikiran atau penalaran, seperti mengetahui diri merasa lapar karena
terlambat makan, mengetahui diri merasa dingin karena tidak memakai jaket,
mengetahui satu adalah setengah dari dua, dan semacamnya.
II.
Nazhari
Yaitu Pemahaman (Ilmu) yang memerlukan pemikiran, penalaran
atau pembahasan, seperti ilmu tentang matematika, gas bumi, kimia, teknologi
radio, televisi, komputer dan semacamnya. Demikian juga halnya dengan ilmu
pengetahuan tentang alam sebagai sesuatu yang baru yang harus ada penciptanya,
termasuk ilmu pengetahuan tentang alam kubur dan kebangkitan di hari akhirat.
B.
Pengertian dan Macam-macam dilalah
1. Pengertian
Dilalah
Dilalah dari segi bahasa berasal dari bahasa arab, yakni daala-yadulu-dilalah
yang artinya petunjuk atau yang menunjukan.
Dalam logika (ilmu mantiq) berarti, satu pemahaman yang
dihasilkan dari sesuatu atau hal yang lain, seperti adanya asap di balik bukit,
berarti ada api dibawahnya. Dalam hal ini api disebut madlul (yang
ditunjuk atau yang diterangkan), sedangkan asap disebut dal atau dalil
(yang menunjukan atau petunjuk)[6].
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain,
sesuatu yang pertama disebut Al-madhul. dan segala sesuatu yang kedua
disebut Al-dall (petunjuk, penerang atau yang memberi dalil)[7].
Contoh: Terdengar raungan harimau di suatu semak adalah
dilalah bagi adanya harimau di dalam semak tersebut.
2. Macam -
macam Dilalah
Dilalah
lafzhiyah adalah
Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini terbagi menjadi tiga:
a. Dilalah
Lafzhiyah
i.
Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang
berbentuk alami, Contoh:
a)
Tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira.
b)
Menangis terisak-isak menjadi dilalah bagi sedih
ii.
Dilalah
Lafzhiyah ‘Aqliyah,
yaitu dilalah (petunjuk) yang dibentuk akal pikiran, Contoh:
a)
Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi adanya
manusia di sana.
b)
Suara teriakan ‘Maling’ di sebuah rumah menjadi dilalah bagi
adanya maling yang sedang melakukan pencurian.
iii.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang
dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja)
berdasarkan kesepakatan, Contoh:
Petunjuk
lafadz (kata) kepada makna (benda) yang disepakati.
a)
Orang Sunda, misalnya sepakat menetapkan kata Cau menjadi
dilalah bagi Pisang.
b)
Orang Jawa, misalnya sepakat menetapkan kata Gedang menjadi
dilalah bagi Pisang.
c)
Orang Inggris, misalnya sepakat menetapkan kata Banana
menjadi dilalah bagi Pisang.
b. Dilalah
Ghairu Lafzhiyah
Dilalah
ghairu lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah
ini terbagi tiga:
i.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan
kata atau suara yang berupa sifat alami[8], Contoh:
a)
Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang.
b)
Menutup hidung menjadi dilalah bagi menghindarkan bau kentut
dan sebagainya.
ii.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan
kata atau suara yang berupa pemahaman melalui akal pikiran, Contoh:
a)
Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya
pencuri yang mengambil.
b)
Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah bagi adanya
orang yang membawa api ke sana.
iii.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan
berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu
isyarat atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan, Contoh:
a)
Secarik kain hitam yang diletakkan di lengan kiri orang Cina
adalah dilalah bagi kesedihan/duka cita, karena ada anggota keluarganya yang
meninggal.
b)
Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada
umumnya, menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.
c. Dilalah
Lafzhiyah Wadh’iyah
i.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Muthabaqiyah,
yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya, Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk (Dilalah) kepada bangunan
lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu, atap dan lainnya, sehingga bisa
dijadikan tempat tinggal yang nyaman. Jika anda menyuruh seorang tukang membuat
rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah selengkapnya, bukan hanya dindingnya
atau atapnya saja
ii.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Tadhammuniyah, yaitu
dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya, Contoh:
a) Jika anda, misalnya menyuruh tukang
memperbaiki rumah maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi
bagian-bagiannya yang rusak saja.
b)
Jika anda meminta dokter mengobati badan anda, maka yang
dimaksudkan adalah bagian yang sakit saja.
iii.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Iltizamiyah,
yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz
yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya, Contoh:
Jika anda menyuruh tukang memperbaiki asbes rumah anda yang
runtuh, maka yang anda maksudkan bukan asbes-asbesnya saja, tetapi juga
kayu-kayu tempat asbes itu melekat yang kebetulan sudah patah-patah. asbes dan
kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (Iltizam). Jika kerusakan
asbes itu disebabkan kebocoran di atap maka perbaikan atap iltizam (menjadi
keharusan yang terkandung dan terikat) kepada perintah memperbaiki asbes loteng
itu[9]
PENUTUP
Ilmu
menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin atau mendekati yakin (Zhan)
mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham itu sesuai dengan realita
maupun tidak.
Pembagian Ilmu Menurut Para Pakar Mantiq :
A.
Tashawwur, yaitu memahami memahami sesuatu tanpa mengenaka
(meletakkan) sesuatu (sifat) yang lain kepadanya.
B.
Tasdhiq, yaitu memahami hubungan antara dua kata, atau
menempatkan sesuatu (kata) atas sesuatu (kata) yang lain.
Ilmu Tashawwur dan Tashdiq
masing-masing dibagi menjadi dua, yaitu:
a)
Badihi, mahaman tentang sesuatu yang tidak memerlukan
pikiran atau penalaran.
b)
Nazhari, Pemahaman (Ilmu) yang memerlukan pemikiran,
penalaran atau pembahasan.
Dilalah
Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain.
Pembagian Dilalah sebagai berikut:
A.
Dilalah Lafzhiyah adalah Petunjuk yang berupa kata atau suara. Dilalah ini
terbagi menjadi tiga:
a)
Dilalah Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang berbentuk
alami.
b)
Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah yang
dibentuk akal pikiran.
c)
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang dengan
sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar kesepakatan.
B.
Dilalah Ghairu Lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak
berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
a)
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thab’iyah, yaitu dilalah yang berupa
sifat alami.
b)
Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah yang
dibentuk akal pikiran.
c)
Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah, yaitu dilalah yang
dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda berdasar
kesepakatan.
C.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah dibagi menjadi tiga:
a) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Muthabaqiyah.
b) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Tadhammuniyah.
c) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah
Iltizamiya.
DAFTAR PUSTAKA
A,
Baihaqi. 1998. Ilmu Mantiq, Teknik Dasar Berpikir Logika. Jakarta: Darul Ulum Press.
Djalil,
Basiq. 2010. Ilmu Logika. Jakarta: Kencana .
Sambas,
Syukriadi. 1996. Mantik Kaidah Berpikir Islami. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Thahir,
M Taib dan Mu’in, Abd 1987. Ilmu Mantiq.
Jakarta: PT Bumi Restu.
[2] M
Taib Thahir Abd Mu’in, Ilmu Mantik, (Jakarta
: PT Bumi Restu, 1987), hlm.21
[3] Syukriadi
Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islami, (Bandung
: Remaja Rosda Karya, 1996) hlm.40
[4] A.Baihaqi,
loc.cit.
[5] Ibid., hlm.10-11
[6] Basiq Djalil, Ilmu Logika, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm.5
[7] A.Baihaqi, op.cit, hlm.12
[8] Ibid., hlm.14
[9] Ibid., hlm.15
Post a Comment