2 Komentar
Untuk anda yang ingin mendownload filenya berbentuk (.docx)
Silahkan klik link dibawah ini!.

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
       Di masa lampau, wanita masih sangat terikat dengan nilai-nilai tradisional yang mengakar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga jika ada wanita yang berkarir untuk mengembangkan keahliannya di luar rumah, maka mereka dianggap telah melanggar tradisi sehingga mereka dikucilkan dari pergaulan masyarakat dan lingkungannya. Dengan demikian mereka kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri di tengah-tengah masyarakat.
Seiring dengan berubahnya cara pandang masyarakat terhadap peran dan posisi kaum perempuan di tengah-tengah masyarakat, maka kini sudah banyak kaum perempuan yang berkarir, baik di kantor pemerintah maupun swasta, bahkan ada yang berkarir di kemiliteran dan kepolisian, sebagaimana laki-laki. Kehidupan modern tidak memberi peluang untuk membatasi gerak kaum perempuan. Kaum perempuan dapat bekerja dan berkarir di mana saja selagi ada kesempatan.
            Adanya kesempatan dan keleluasaan kepada kaum perempuan untuk berkarir, hal ini nyaris menggeser kedudukan yang didominiasi kaum laki-laki, maka tidak aneh kalau ada perempuan karir menggantikan kaum laki-laki sebagai penenggung jawab dalam nafkah rumah tangga. Kenyataan ini tampak sekali dalam kehidupan masyarakat modern, khususnya yang berada di kota-kota besar.
            Berdasarkan realitas tersebut, pada satu dimensi, kaum perempuan patut berbangga karena kehidupan kaumnya sudah maju. Namun pada dimensi lain, kemajuan tersebut sangat memprihatinkan, kadang timbul hal yang  cenderung bersifat negative, bukan saja dikalangan kaum perempuan, tetapi juga dikalangan suami dan anak-anak sebagai anggota keluarga, terutama bagi perempuan yang mementingkan karirnya daripada rumah tangganya, sehingga tugas utama sebagai ibu rumah tangga sering terlupakan. Agar perempuan karir itu dapat melaksanakan kedua tugasnya dengan baik, tugas dalam rumah tangga dan tugas dalam karirnya, maka perlu adanya upaya atau alternative jalan keluar untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Namun masalahnya kemudian, bagaimana pandangan Islam terhadap keterlibatan permpuan diberbagai sektor di luar rumah, sedangkan perempuan mempunyai tugas utama sebagai ibu rumah tangga. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan membahas mengenai wanita karier dalam perspektif hukum Islam, mencakup di dalamnya pengertian wanita karier, motivasi wanita terjun ke dunia karier, hukum wanita karier, dampak positif dan negatif dari wanita karier, dan upaya penanggulangan dampak negatif dari wanita karier.








                                                       





PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wanita Karier
Secara definisi wanita karir bermakna:
2.      Perempuan yang memiliki karier atau yang menganggap kehidupan kerjanya secara serius (mengalahkan sisi kehidupan yang lain).
3.      Wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dsb).
4.      wanita karier adalah wanita yang mampu mengelola hidupnya secara menyenangkan atau memuaskan, baik di dalam kehidupan profesional (pekerjaan di kantor) maupun di dalam membina rumah tangganya.[1]

Secara lebih jelas, wanita karier adalah wanita yang menekuni dan mencintai sesuatu atau beberapa pekerjaan secara penuh dalam waktu yang relative lama, untuk mencapai sesuatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan atau jabatan. Untuk berkarier berarti harus menekuni profesi tertentu yang membutuhkan kemampuan, dan keahlian.
Pekerjaan yang paling baik bagi wanita adalah menjadi perawat. Sekolah-sekolah perawat, baik yang tingkat dasar maupun tinggi, adalah tempat terbaik untuk melatih dan mengajar wanita. Rumah sakit adalah tempat yang baik pula bagi wanita untuk bekerja sebagai perawat maupun dokter. Pekerjaan semacam itu cocok dengan sifat-sifat kewanitaan.[2]

B.     Motivasi Wanita Terjun ke Dunia Karier
Motivasi yang mendorong wanita terjun ke dunia karier antara lain :
1.      Pendidikan.
Pendidikan dapat melahirkan perempuan karier dalam berbagai lapangan kerja. Kemajuan wanita di sektor pendidikan yang akibatnya banyak wanita terdidik tidak lagi merasa puas bila hanya menjalankan peranannya di rumah saja.[3]
2.      Terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak.
Karena keadaan keuangan tidak menentu, sementara kebutuhan makin membutuhkan pemenuhan sehingga dengan sendirinya ia harus bekerja di luar rumah.
3.      Untuk alasan ekonomis.
Agar tidak tergantung kepada suami, walaupun suami memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, karena sifat perempuan adalah selagi ada kemampuan sendiri, tidak ingin selalu meminta kepada suami.
4.      Untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya.
Ini biasanya dilakukan oleh perempuan yang menganggap bahwa uang diatas segalanya, dimana yang paling penting dalam hidupnya adalah menumpuk kekayaan.
5.      Untuk mengisi waktu yang lowong.
Di antara perempuan ada yang merasa bosan diam di rumah karena tidak mempunyai kesibukan dengan urusan rumah tangganya. Oleh sebab itu, untuk menghilangkan rasa bosan tersebut, ia ingin mencari kegiatan di bidang usaha, dan sebagainya.
6.      Untuk mencari ketenangan dan hiburan.
Seorang perempuan mungkin mempunyai kemelut yang berkepanjangan dalam keluarganya yang susah diatasi, oleh sebab itu ia mencari jalan keluar dengan menyibukkan diri di luar rumah.
7.      Untuk mengembangkan bakat.
Bakat dapat melahirkan perempuan karier. Seorang yang bukan sarjana. Namun berbakat dalam bidang tertentu, akan lebih berhasil dalam kariernya disbanding seorang sarjana dari fakultas tertentu yang tidak berbakat. Dengan munculnya faktor-faktor tersebut, maka semakin terbuka kesempatan bagi perempuan untuk terjun ke dunia karier.[4]

C.     Hukum Wanita Karier
Ada berbagai pendapat mengenai hukum wanita karier ini yang semuanya berdasarkan alasan tersendiri, diantaranya:
1.      Melarang Wanita menjadi Wanita Karier.
Menurut ulama yang berpendapat seperti ini, pada dasarnya hukum karier wanita di luar rumah adalah terlarang, karena dengan bekerja diluar rumah maka akan ada banyak kewajiban dia yang harus ditinggalkan. Misalnya  melayani keperluan  suami, mengurusi dan mendidik anak serta hal lainnya yang menjadi tugas dan kewajiban seorang istri dan ibu. Padahal semua kewajiban ini sangat melelahkan yang membutuhkan perhatian khusus. Semua kewajiban ini tidak mungkin terpenuhi kecuali kalau seorang wanita tersebut memberi perhatian khusus padanya.
Larangan ini didasarkan bahwa suami diwajibkan untuk membimbing istrinya pada jalan kebaikan sedang istri diwajibkan mentaatinya. Begitu pula dengan hal dunia laki-laki dan wanita, maka islam menjadikan laki-laki diluar rumah untuk mencari nafkah bagi keluarganya, sebagaimana sabda Rasululloh :
ولهن عليكم رزقهن و كسوتهن بالمعروف
“Dan hak para istri atas kalian (suami) agar kalian memberi mereka nafkah  dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.”
Disisi lainnya, tempat wanita dijadikan di dalam rumah untuk mengurusi anak, mendidiknya, mempersiapkan keperluan suami serta urusan rumah tangga dan lainnya.
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sabdanya yang mulia :
والمرأة راعية  في بيت زوجها ومسؤولة عن رعيتها
“Dan wanita adalah pemimpin dirumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.”
2.      Memperbolehkan Wanita Berkarier Di luar Rumah.
Jika memang ada sesuatu yang sangat mendesak untuk berkariernya wanita diluar rumah maka hal ini diperbolehkan. Namun harus dipahami bahwa sebuah kebutuhan yang mendesak ini harus ditentukan dengan kadarnya yang sesuai sebagaimana sebuah kaidah fiqhiyah yang masyhur. Dan kebutuhan yang mendesak ini misalnya :
a.       Rumah tangga memerlukan kebutuhan pokok yang mengharuskan wanita bekerja.
Misalnya karena suaminya atau orang tuanya meninggal dunia atau keluarganya sudah tidak bisa memberi nafkah karena sakit atau lainnya, sedangkan negara tidak memberikan jaminan pada keluarga semacam mereka. Lihatlah kisah yang difirmankan Allah dalam surat Al Qoshosh 23 dan 25 :
$£Js9ur yŠuur uä!$tB šútïôtB yy`ur Ïmøn=tã Zp¨Bé& šÆÏiB Ĩ$¨Y9$# šcqà)ó¡o yy_urur `ÏB ãNÎgÏRrߊ Èû÷üs?r&tøB$# Èb#yŠräs? ( tA$s% $tB $yJä3ç7ôÜyz ( $tGs9$s% Ÿw Å+ó¡nS 4Ó®Lym uÏóÁムâä!$tãÌh9$# ( $tRqç/r&ur Óøx© ׎Î7Ÿ2 ÇËÌÈ
4s+|¡sù $yJßgs9 ¢OèO #¯<uqs? n<Î) Èe@Ïjà9$# tA$s)sù Éb>u ÎoTÎ) !$yJÏ9 |Mø9tRr& ¥n<Î) ô`ÏB 9Žöyz ׎É)sù ÇËÍÈ
çmø?uä!$mgmú $yJßg1y÷nÎ) ÓÅ´ôJs? n?tã &ä!$uŠósÏFó$# ôMs9$s% žcÎ) Î1r& x8qããôtƒ štƒÌôfuÏ9 tô_r& $tB |Møs)y $oYs9 4 $£Jn=sù ¼çnuä!$y_ ¡Ès%ur Ïmøn=tã }È|Ás)ø9$# tA$s% Ÿw ô#ys? ( |NöqpgwU šÆÏB ÏQöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇËÎÈ
“Dan tatkala Musa sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan ternaknya, dan ia menjumpai dibelakang orang yang banyak itu dua orang wanita yang sedang menambat ternaknya.
Musa berkata : “Apa maksud kalian berbuat  demikian ?”
Kedua wanita itu menjawab : “Kami tidak dapat meminumkan ternak kami sebelum penggembala-pengembala itu memulangkan ternaknya, sedang bapak kami adalah orang tua yang telah berumur lanjut, Maka Musa memberi minum ternak itu untuk menolong keduanya.
Kemudian ia kembali ketempat yang teduh lalu berdo’a : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.
Kemudian datang kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu, berjalan dengan penuh rasa malu, ia berkata : “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu  untuk memberi balasan terhadap kebaikanmu memberi minum ternak kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya). Syu’aib berkata:”Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dzalim itu”.
Perhatikanlah perkataan kedua wanita tadi : “Sedang bapak kami adalah orang tua yang telah berumur lanjut.” Ini menunjukkan bahwa keduanya melakukan perbuatan tersebut karena terpaksa, disebabkan orang tuanya sudah lanjut dan tidak bisa melaksanakan tugas tersebut.
b.      Tenaga wanita tersebut dibutuhkan oleh masyarakat dan pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan oleh laki-laki.
Hal ini menunjukkan bahwa di zaman Rosulullah ada para wanita yang bertugas membantu kelahiran, semacam dukun bayi atau bidan pada saat ini. Juga saat itu ada wanita yang mengkhitan anak-anak wanita. Dan yang dhohir bahwa perkerjaan ini mereka lakukan diluar rumah. Pada zaman ini bisa ditambahkan yaitu dokter wanita spesialis kandungan, perawat saat bersalin, tenaga pengajar yang khusus mengajar wanita dan yang sejenisnya.
Diantara pekerjaan wanita yang ada pada zaman Rosululloh adalah apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang bersama Ummu Sulaim dan beberapa wanita anshor, maka mereka memberi minum dan mengobati orang yang terluka.”[5]
Disamping itu sejarah mencatat, beberapa wanita yang menjadi istri Rasulullah saw juga menjadi wanita karier, yaitu Siti Khadijah dan Siti Aisyah.
Kalau kita mengkaji ajaran Islam, maka kita menemukan bahwasanya Islam dengan segala konsepnya yang universal selalu memberikan motivasi-motivasi terhadap laki-laki dan perempuan untuk meng aktualisasi diri secara aktif, antara lain disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 97:
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanyakehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Ayat di atas secara terang benderang memberikan keleluasaan kepada laki-laki dan permpuan untuk aktif dalam berbagai kegiatan. Bukan hanya laki-laki yang diberi keleluasaan untuk berkarier, tetapi juga kaum perempuan dituntut untuk aktif bekerja dalam semua lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kodratnya. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berkarier, yang membedakan hanyalah jenis pekerjaan yang disesuaikan dengan kodrat masing-masing. Jadi, Islam mengakui kemajuan atau potensi perempuan untuk bekerja dan menghargai amal salehnya atau kariernya yang baik dengan memberi penghargaan yang sama dengan kaum laki-laki.
Menurut ajaran Islam, apapun peranan yang dipegang oleh perempuan, utamanya sebagai ibu rumah tangga tidak boleh dilupakan, agar kemungkinan-kemungkinan timbulnya ekses negatif dapat terhindar. Jadi, perhatian serius dari perempuan untuk membina keluarganya sangat diperlukan karena tugas tersebut merupakan terpenting dari usaha pembinaan masyarakat secara luas. Tegak dan runtuhnya masyarakat suatu negara sangat erat kaitannyadengan keadaan satuan-satuan keluarga secara totalitas membentuk masyarakat suatu negara. Islam membolehkan perempuan bekerja di luar rumah selagi perempuan bisa menempatkan dirinya sesuai dengan kodrat keperempuannya.[6]   

D.    Dampak Positif dan Negatif dari Wanita Karier.
1.      Dampak positif wanita karier, antara lain:
a)      Dengan berkarier, perempuan dapat membantu meringankan beban keluarga yang tadinya hanya dipikul oleh suami yang mungkin kurang memenuhi kebutuhan, tetapi dengan adanya perempuan ikut berkiprah dalam mencari nafkah, maka krisis ekonomi dapat ditanggulangi.
b)      Dengan berkarier perempuan dapat memberikan pengertian dan penjelasan kepada keluarganya, utamanya kepada putra-putrinya tentang kegiatan-kegiatan yang diikutinya sehingga kalau ia sukses dan berhasil dalam kariernya, putra-putrinya akan gembira dan bangga,bahkan menjadikan ibunya sebagai panutan dan suri tauladan bagi masa depannya.
c)      Dalam memajukan serta mensejahterakan masyarakat dan bangsa diperlukan partisipasi serta keikutsertaan kaum perempuan karena dengan segala potensinya,perempuan mampu, dalam hal itu, bahkan ada di antara pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan oleh laki-laki, dapat berhasil ditangani oleh perempuan, baik karena keahliannya maupun karena bakatnya.
d)     Dengan berkarier, perempuan dalam mendidik anak-anaknya pada umumnya lebih bijaksana, demokratis dan tidak otoriter, sebab dengan kariernya itu, ia bias dan belajar memiliki pola piker yang moderat. Kalau ada problem dalam rumah tangga yang harus diselesaikan, maka ia segera mencari jalan keluar secara tepat dan benar.
e)      Dengan berkarier, perempuan yang menghadapi kemelut dalam rumah tangganya atau sedang mendapat gangguan jiwa, akan terhibur dan jiwanya akan menjadi sehat.
2.      Dampak negatif wanita karier antara lain:
a)      Terhadap anak-anak.
Perempuan yang hanya mengutamakan kariernya akan berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan anak-anak, maka tidak aneh kalau banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kurangnya komunikasi antara ibu dan anak-anaknya bisa menyebabkan keretakan sosial. Anak-anak merasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya, sopan santun mereka terhadap orang tuanya akan memudar, bahkan sama sekali tidak mau mendengar nasihat orang tuanya. Pada umumnya, hal ini disebabkan karena si anak merasa tidak ada kesejukan dan kenyamanan dalam hidupnya sehingga iwanya berontak. Sebagai pelepas kegersangan hatinya, akhirnya mereka berbuat dan bertindak seenaknya, tanpa memperhatikan norma-norma yang ada di lingkungan masyarakat.
b)      Terhadap suami.
Istri yang bekerja di luar rumah setelah pulang dari kerjanya tentu ia merasa capek, dengan demikian kemungkinan ia tidak dapat melayani suaminya dengan baik sehingga suami merasa kurang hak-haknya sebagai suami. Ntuk mengatasi masalahnya, si suami mencari penyelesaian dan kepuasan di luar rumah.
c)      Terhadap rumah tangga.
Kadang-kadang rumah tangga berantakan disebabkan oleh kesibukan ibu rumah tangga sebagai perempuan karier, yang waktunya banyak tersita oleh pekerjaannya di luar rumah sehingga ia tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Hal ini dapat menimbulkan pertengkaran, bahkan perceraian kalau tidak ada pengertian dari suami
d)     Terhadap kaum laki-laki.
Laki-laki banyak yang menganggur akibat adanya perempuan karier, kaum laki-laki tidak memperoleh kesempatan untuk bekerja, karena jatahnya telah direnggut atau dirampas oleh kaum perempuan.
e)      Terhadap masyarakat.
Perempuan karier yang kurang memperdulikan segi-segi normatif dalam pergaulan dengan lain jenis dalam lingkungan pekerjaan atau dalam kehidupan sehari-hari akan menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan suatu masyarakat.
f)       Perempuan lajang yang mementingkan kariernya kadang-kadang bisa menimbulkan budaya “nyleneh”, nyaris meninggalkan kodratnya sebagai kaum hawa, yang pada akhirnya mencuat budaya “lesbi dan kumpul kebo”.[7]

E.     Upaya Penanggulangan Dampak Negatif dari Wanita Karier.
Untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya ekses dalam berkarier bagi perempuan muslimah, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:[8]
1.      Dalam berkarier, tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban utama sebagai ibu rumah tangga, yaitu mengurus suami dan anka-anak. Ia harus menomorsatukan urusan rumah tangga di atas segalanya. Dalam hal ini, perlu adanya pengaturan yang baik. Kemudian untuk menanggulangi perpecahan keluarga, harus ada izin suami terhadap dunia karier seorang perempuan sejak awal, karena adanya saling pengertian antara suami dan istri akan muncul saling keterbukaan dan menanamkan keikhlasan bekerja demi memperoleh manfaat bersama.
2.      Tidak melampaui batas kodrat perempuan. Perempuan bekerja yang tidak sesuai dengan kodrat keperempuannya akan membawa konsekuensi terhadap ketidakseimbangan antara fisik dan mentalnya. Gejala fisik yang diakibatkan oleh keinginan menjalankan pekerjaan di luar batas kemampuan adalah keletihan yang dapat menghilangkan gairah hidup, sedangkan dari segi mental, akan dijumpai gejala kejiwaan, seperti selalu ingin marah, merasa cemas, sering sedih, serta stres. Stress bisa menimbulkan berbagai konflik dengan suami dan anak, bahkan dengan orang-orang di tempat kerja.
3.      Tidak melampaui batas-batas dan aturan agama, utamanya dengan lain jenis dalam lingkungan pekerjaan. Sering menimbulkan fitnah atau pengaruh negatif terhadap dirinya, rumah tangganya dan rumah tangga lawan jenisnya sebab hubungan terus-menerus antara laki-laki dan perempuan dalam suatu lingkungan kerja dapat menimbulkan perbuatan yang mendekati zina. Apabila perempuan karier tetap menjaga akhlakul karimah dan aturan-aturan agama dalam lingkungan kerjanya, maka kemungkinan timbulnya fitnah dapat dicegah.

Wanita boleh saja keluar dan berkarier di luar rumah. Apabila ada keperluan bagi seorang wanita untuk bekerja keluar rumah maka harus memenuhi beberapa ketentuan syar’i agar kariernya tidak menjadi perkerjaan yang haram. Syarat-syarat itu adalah :
1.      Memenuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya baik dalam hal pakaian ataupun lainnya.
2.      Mendapat izin dari suami atau walinya. Wajib hukumnya bagi seorang istri untuk mentaati suaminya dalam hal kebaikan dan haram baginya mendurhakai suami, termasuk keluar dari rumah tanpa izinnya.[9]
3.   Pekerjaan tersebut tidak ada kholwat dan ikhtilat (Campur baur) antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram. Sebagaimana firman Allah:

#sŒÎ)ur £`èdqßJçGø9r'y $Yè»tFtB  Æèdqè=t«ó¡sù `ÏB Ïä!#uur 5>$pgÉo 4
“Dan apabila kalian meminta pada mereka sebuah keperluan, maka mintalah dari balik hijab”.(QS. Al Ahzab : 53)
Juga  sabda Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لا يخلون رجل بامرأة إلا مع ذي محرم
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali bersama mahramnya”.(HR. Bukhori Muslim)
            Seorang wanita muslimah agar terlihat istimewa dia harus dapat menjaga kehormatan dalam pergaulannya. Harus membatasi diri dalam pergaulan. Seorang wanita apalagi yang sudah mempunyai suami harus hati-hati dengan sesuatu yang dapat mengakibatkan kemurkaan Allah, salah satunya adalah adanya batasan pergaulan dengan non-muhrim.[10]  
4.   Tidak menimbulkan fitnah
Wanita yang berkarier di luar rumah tidak menimbulkan fitnah. Hal ini dapat dilakukan dengn cara menutupi seluruh tubuhnya di hadapan laki-laki asing dan menjauhi semua hal yang berindikasi fitnah, baik di dalam berpakaian, berhias atau pun berwangi-wangian (menggunakan parfum).
5.   Tetap bisa mengerjakan kewajibannya sebagai ibu dan istri bagi keluarganya,karena itulah kewajibannya yang asasi.
6.   Hendaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan tabi’at dan kodratnya seperti dalam bidang pengajaran, kebidanan, menjahit dan lain-lain.










PENUTUP

ANALISIS
Berkarier bagi muslimah boleh-boleh saja asalkan tidak keluar dari koridor Syariat Islam dan mendapat izin dari sang suami. Dalam pandangan al-Quran, peran perempuan di ranah sosial dan ekonomi harus sesuai dengan fitrah penciptaannya. Islam memandang perempuan sebagaimana laki-laki memiliki kedudukan istimewa di tengah masyarakat. Agama ilahi ini tidak pernah melarang perempuan menjalankan aktivitas sosial. Tapi peran itu tidak boleh menomorduakan peran utamanya sebagai istri dan ibu.
Islam memandang wanita dan pria memiliki hak yang sama sebagai manusia. Tapi ada pembagian peran utama keduanya. Secara kemanusiaan, laki-laki tidak memiliki keistimewaan dibandingkan perempuan sama sekali. Agama Islam mengakui dan menerima peran perempuan di tengah masyarakat di luar rumah, tapi kewajiban untuk mencari nafkah terletak di tangan suami. Kerja bagi perempuan hanya sebuah pilihan, bukan kewajiban. Seperi yang dikatakan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei, "Islam bukan hanya membolehkan perempuan bekerja, bahkan bisa jadi penting selama tidak mengganggu peran utamanya mendidik anak dan menjaga keluarga. Sebuah negara membutuhkan tenaga kerja perempuan di berbagai bidang. Tapi peran itu tidak boleh bertentangan dengan kehormatan nilai-nilai spiritualitas dan kemanusiaan perempuan".  Jadi, Kerja hanya sebagian dari kehidupan, tapi bukan semuanya. Sebab tugas utama perempuan adalah mendidik anak. Ibu rumah tangga yang berhasil mendidik putra-putrinya menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa, adalah jauh lebih baik daripada wanita karir yang manapun juga.

KESIMPULAN
Wanita karier adalah wanita yang menekuni dan mencintai sesuatu atau beberapa pekerjaan secara penuh dalam waktu yang relative lama, untuk mencapai sesuatu kemajuan dalam hidup, pekerjaan atau jabatan. Untuk berkarier berarti harus menekuni profesi tertentu yang membutuhkan kemampuan, dan keahlian.
Motivasi yang mendorong wanita terjun ke dunia karier yaitu, pendidikan, terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak, untuk alasan ekonomis, untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya, untuk mengisi waktu yang lowong, untuk mencari ketenangan dan hiburan, untuk mengembangkan bakat.
Ada berbagai pendapat mengenai hukum wanita karier ini yang semuanya berdasarkan alasan tersendiri, diantaranya ada yang melarang wanita menjadi wanita karier dan ada yang memperbolehkan wanita berkarier di luar rumah.
 Terjunnya wanita dalam dunia karier menimbulkan dampak positif dan negatif. Sehingga wanita dalam berkarier harus sesuai dengan koridor Islam agar tidak menyalahi aturan syar’i, selain itu tidak melupakan tugas utamanya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga.


















DAFTAR PUSTAKA

Amini, Ibrahim. 1988. Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri. Bandung:    Anggota IKAPI.
Asraf, Abu Muhammad. 2009. Curhat Pernikahan. Bandung: Pustaka Rahmat
Basri, Hasan.1999. Merawat Cinta Kasih. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasan, M. Ali. 1998. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah Kontemporer   Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sugiharto, Muhammad Restu. 2008. The Inner Power of Muslimah. Jakarta: PT      Mizan Publika
Yanggo, Huzaemah Tahido. 2010. Fikih Perempuan Kontemporer. Indonesia:       Penerbit Ghalia Indonesia.
Education Zone, http://aifaneducationzone.blogspot.com/p/islamic-zone.html

 





[1] Education Zone, http://aifaneducationzone.blogspot.com/p/islamic-zone.html
[2] Ibrahim Amini, Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri  (Bandung: Anggota IKAPI, 1988), hlm. 114
[3] M. Hasan Ali, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 193

[4]Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer ( Indonesia: Penerbit Ghalia Inonesia, 2010), hlm. 63
[5]Education Zone, Op. Cit.
[6] Huzaemah Tahido Yanggo, Op. Cit., hlm. 66
[7] Huzaemah Tahido Yanggo, Op. Cit., hlm. 64-65
[8] Ibid., hlm. 67
[9] Abu Muhammad Asraf, Curhat Pernikahan (Bandung: Pustaka Rahmat, 2009), hlm. 93
[10]Muhammad Restu Sugiharto, The Inner Power of Muslimah (Jakarta: PT
Mizan Publika, 2008), hlm. 133.

Post a Comment

 
Top