Bagi anda yang ingin
mendownload filenya, silahkan klik link dibawah ini!
Download Makalah Fiqih (Jual Beli)
Download Makalah Lain :
Analisis Terhadap Psikologi Agama
Pengaruh Psikologi Agama Terhadap Perilaku Peserta Didik
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Power Point
BAB I
PENDAHULUAN
Mu’amalah adalah
sendi kehidupan dimana setiap muslim akan di uji nilai keagamaan dan
kehati-hatiannya serta kekonsistensiannya dalam ajaran-ajaran Allah. Apabila
seorang yang lemah agamanya akan sulit untuk berbuat adil kepada orang lain
dalam masalah meninggalkan harta yang bukan menjadi haknya (harta haram) selagi
mampu mendapatkannya walaupun dengan tipu daya dan pemaksaan. Dalam hal ini
dalam mata uang dinar, dirham atau yang lainnya akan menunjukkkan kita kepada
hakekat seseorang, sehingga ada pepatah : “Ujilah mereka dengan uang dinar dan
dirham”. Allah Subkhanahu Wa
ta’ala telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Sebagaimana dalam firman
Allah (Qs. Al baqarah ayat 275).
Dalam
muamalah atau berhubungan dengan sesama manusia itu tidak terlepas dari jual
beli, karena jual beli adalah menukar barang dengan barang yang lain dengan
cara yang tertentu (akad) serta Allah telah meghalalkan jual beli yang baik dan
sesuai dengan syariat Islam.
Mengingat prinsip
berlakunya jual beli adalah atas dasar suka sama suka, maka syariat Islam
memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli
untuk memilih antara kemungkinan, yaitu antara melangsungkan jual beli atau
mengurungkannya. Dalam melangsungkan akad jual beli agar tidak terjadi penipuan
dan merasakan dirugikan. Dalam makalah ini membahas tentang jual beli yang
sesuai dengan syariat serta larangan-larangan dalam jual beli dan hak memilih
(khiyar) sesuai dengan hadits Nabi saw.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Jual Beli
Jual beli atau perdagangan dalam
isti’lah Fiqih disebut al-ba’i yang menurut etimologi berarti menjual
atau mengganti. Wahbah Al-Zuhaily mengartikannya secara bahasa dengan “Menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
Secara terminologi, terdapat
beberapa definisi jual beli yang dikemukakan para ulama fiqih sekalipun
substansi dan tujuan masing-masing definisi sama. Sayyid sabiq mendefinisikan
dengan :
“Jual beli ialah pertukaran harta
dengan harta atas dasar saling merelakan”.Atau“ Memindahkan milik dengan ganti
yang dapat dibenarkan.
Definisi
lain dikemukakan oleh ulama Hanafiyah yang dikutip oleh wahbah al-zuhaily jual
beli adalah :
“Saling tukar harta dengan harta
melalui cara tertentu”. Atau tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang
sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat”.
Definisi
lain dikemukakan oleh Ibn Qudamah Jual beli adalah :
“Saling menukar harta dengan harta
dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan”.[1]
B.
Dasar
Hukum Jual Beli
a. Al-qur’an,
diantaranya :
و ا حل
لله ا لبيع و حر م ا لر ب........
Artinya
: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q.S.
Al-Baqarah: 275)
b.
As-Sunah, diantaranya :
“Nabi Muhammad SAW ditanya tentang
mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab : Seseorang bekerja dengan
tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur”.
(H.R.
Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi)
c. Ijma
Ulama telah sepakat bahwa jual beli
diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
dirinya, tanpa bantuan orang lain.[2]
C.
Rukun
dan Syarat
Jumhur
ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:
a. Ada orany
yang berakad atau al muta`aqidain (penjual dan pembeli).
b. Ada sighat
(lafal ijab dan qabul).
c. Ada
barang yang dibeli.
d. Ada nilai
tukar pengganti barang.[3]
Berikut
adalah syarat-syarat orang yang melakukan akad, antara lain:
a.
Penjual dan Pembeli
Syaratnya:
ü
Berakal
ü
Dengan kehendak
sendiri (bukan dipaksa)
ü
Tidak mubazir (
pemborosan)
ü
Balig
b. Uang
dan Benda yang dibeli
Syaratnya:
ü
Suci
ü
Ada manfaat
ü
Barang itu dapat
diserahkan
ü
Barang itu milik si
penjual
ü
Barang itu
diketahui oleh si penjual dan si pembeli
c. Lafas
Ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan penjual,
seumpama “ saya jual barang ini sekian”. Sedangkan kabul adalah ucapan si
pembeli, “ saya terima (saya beli) dengan harga sekian”. Keterangan ayat yang
mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka, dan juga sabda Rasulullah SAW
dibawah ini :
ا ا نما ا لبيع عن تر ا ض
“sesungguhnya
jual beli itu hanya sah jika suka sama suka”.(Riwayat Ibn Hibban).[4]
D.
Hukum
Jual Beli
Hukum asal jual beli adalah Mubah atau dibolehkan, yaitu
apabila dengan keridhaan dari kedua belah pihak. Kecuali apabila jual beli itu
dilarang oleh Allah SWT.[5]
E.
Bentuk-Bentuk
Jual Beli yang dilarang
Jual
beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut :
a.
Jual beli barang
yang dihukumkan najis tidak boleh diperjual belikan.
b.
Jual beli dengan
muhaqallah.
c.
Jual beli dengan
mukhadharah.
d.
Jual beli dengan
muammassah.
e.
Jual beli dengan
muzabanah.
F.
Macam-Macam
Jual Beli
Menurut jumhur ulama, jual beli dapat ditinjau dari beberapa
segi dilihat dari segi hukumnya ada 3 macam, yaitu :
a.
Jual beli yang sah,
adalah jual beli yang telah memenuhi ketentuan syara’ baik rukun maupun
syaratnya.
b.
Jual beli yang
batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salaj satu syarat dan rukun
sehingga jual beli menjadi rusak (fasid).
c.
Jual beli yang
dilarang dalam islam.
1)
Terlarang sebab
ahliah (ahli akad). Seperti : jual beli orang gila, jual beli anak kecil, jual
beli orang buta, juall beli terpaksa.
2)
Telarang sebab
Ma’qud alaih (barang jualan). Seperti : jual beli barang yang najis dan terkena
najis.
3)
Terlarang sebab
syara’. Seperti: jual beli riba, jual beli waktu ibadah sholat jumat. [6]
G.
Membatalkan
Jual beli
Apabila terjadi penyesalan diantara
dua orang yang berjual beli, disunnahkan atas yang lain membatalkan akad jual
beli antara keduanya. Abu hurarah telah menceritakan hadits berikut: bahwa nabi
SAW telah bersabda” barang siapa yang mencabut jual belinya terhadap orang yang
menyesal,maka Allah akan mencabut kejatuhannya(kerugian dagangannya)” Riwayat
Bazzar.[7]
H.
Manfaat
Jual beli
a.
Jual beli dapat
menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang
lain.
b.
Penjual dan pembeli
dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
c.
Masing-masing pihak
merasa puas.
d.
Dapat menjauhkan
diri dari memakan atau memiliki barang yang haram.
e.
Penjual dan pembeli
mendapar Rahmat dari Allah.
f.
Menumbuhkan
ketentra,an dan kebahagiaan.[8]
I.
Khiyar
a.
Pengertian khiyar
Khiyar secara bahasa adalah: kata nama
dari ikhtiar yang berarti mencari yang baik dari dua urusan baik meneruskan
akad atau membatalkan akad. Sedangkan menurut isti’lah kalangan fiqih yatitu
mencari yang baik dari dua urusan baik berupa meneruskan akad atau
membatalkannya.
b.
Dalil pensyariatan
khiyar
Hak
khiyar telah ditetapkan oleh Al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun dalil
al-quran sebagaimana firman Allah SWT:
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ......
Artinya :” Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS. Al-Baqarah:
275)
Dalil dari sunnah diantaranya adalah :
sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan ibnu umar bahwa seorang laki-laki
diceritakan kepada nabi dia suka menipu dalam jual beli, maka nabi berkata
kepadanya :” jika kamu menjual sesuatu maka katakanlah tidak ada penipuan”.
Hadits ini adalah tentang bolehnya menetapkan khiyar.
c.
Macam-Macam Khiyar
1)
Khiyar majlis,
ialah si pembeli dan si penjual boleh memilih antara dua perkara tadi, selama
keduanya masih tetap berada ditempat jual beli. Khiyar majlis dibolehkan dalam
segala macam jual beli.
2)
Khiyar syarat,
ialah khiyar yang dijadikan syarat sewaktu akad oleh keduanya atau oleh salah
seorang, sperti kata si penjual “ saya jual barang ini dengan harga sekian
dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga hari. khiyar syarat
paling lama hanya 3hari 3malam terhitung dari waktu akad.
3)
Khiyar aibi
(cacat), ialah hak khiyar karena adanya cacat barang yang dibeli (tidak
diketahui saat jual-beli berlangsung) sebagaimana diterangkan dalam hadits
sebagai berikut.
Hadits Nabi “Aisyah ra telah meriwayatkan
bahwasannya seorang lelaki telah membeli seorng budak. Budak tersebut tinggal
beberapa lama dengan dia, ternyata budak tersebut cacat, hal itu di adukan ke
hadapan Rasulullah saw. Putusan dari beliau, budak tersebut dikembalikan kepada
penjual. (HR. Abu Daud :3046). Artinya si pembeli boleh mengembalikan barang
yang dibelinya apabila pada barang tersebut terdapat suatu cacat yang
mengurangi kualitas, barang itu dan mengurangi harganya, sedangkan biasanya
barang yang seperti itu baik, dan suatu akad cacatnya sudah ada, tetapi si
pembeli tidak tahu, atau terjadi sesudah akad yaitu sebelum diterimanya.
Keterangannya adalah ijma’ (sepakat para mujtahid) Adapun cacat yang sudah
terjadi sesudah akad sebelum barang diterima, maka barang yang jual sebelum
diterima oleh sipembeli masih dalam tanggungan si penjual. Kalau barang ada
ditangan pembeli, boleh dikembalikan serta diminta kembali uangnya. Akan tetapi
kalau barang itu tidak ada lagi, maka ia berhak meminta ganti kerugian saja
sebanyak kekurangan harga barang sebab adanya cacat itu. Barang yang tercacat
itu hendaknya segara dikembalikan, karena melalaikan hal ini berarti riba pada
barang yang tercacat, kecuali kalau ada halangan.
4)
Khiyar ru’yah,
ialah khiyar hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual
beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad
berlangsung.
5)
Khiyar ta’yin,
ialah hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas
dalam jual beli.
d.
Hikmah Khiyar
ü
Khiyar dapat
membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip islam.
ü
Mendidik masyarakat
agar hati-hati dalam melakukan akad jual beli.
ü
Penjual tidak
semena-mena menjual barangnya kepada pembeli.
ü
Terhindar dari
unsur-unsur penipuan.
ü
Khiyar dapat
memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Dapat di simpulkan bahwa hukum jual beli pada dasarnya
diperbolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini didasarkan kepada kepada firman
Allah yang terjemahannya sebagai berikut :‘’ janganlah kamu memakan harta
diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual beli, suka sama
suka...”(Q.S An-Nisa’ : 29) Dan Hadist Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut :
“ Bahwa nabi SAW ditanya tentang, mata pencaharian apakah yang paling baik ?
jawabnya : seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli
yang bersih”.(H.R. Al-Bajjar) Dalam pada itu ulama sepakat mengenai kebolehan berjual
beli ini sebagai salah satu usaha yang telah dipraktekkan semenjak masa Nabi
SAW hingga saat sekarang ini.
Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda
atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Muhammad, Abdul Aziz. 2010. Fiqih Mu`amalah.
Jakarta: Azzam
Suhendi,
Hendi. 2005. Fiqih Mu`amalah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Rasyid,
Sulaiman. 2013. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Syafe`I,
Rachmat. 2004. Fiqih Mu`amalah. Bandung: CV Pustaka Setia
Ghazali, Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin.
2010. Fiqih Mu`amalah. Jakarta Prenanda Media Group
Haroen,
Nasrun. 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media
Post a Comment