Untuk anda yang ingin memiliki filenya, silahkan download
pada link di bawah ini!
Makalah Ilmu Tauhid (Sejarah Munculnya Kaum Khawarij)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu kalam memang mambahas tentang
sifat-sifat Allah, tentang firman-firman Allah, tentang keimananan, dan tentang
dosa besar. Selain itu, ilmu kalam juga membahas tentang khilafah, polemik yang
bermula dari ketidakpuasan kelompok tertentu mengenai pengganti Khalifah
setelah Utsman bin Affan wafat. Sehingga masalah munculnya aliran-aliran
sepeninggal Utsman bin Affan merupakan bagian dari pembelajaran ilmu tauhid.
Sepeninggal khalifah Utsman bin Affan,
pemerintahan dipegang oleh Ali bin Abi thalib. Namun, dikarenakan adanya suatu
hal, pada masa itu terjadi perselisihan yang mengakibatkan munculnya beragam
aliran, diantaranya ada aliran Khawarij, aliran Murji’ah, aliran Qadariyah,
aliran jabariyah, aliran Mu’tazilah dan lain sebagainya. Tiap aliran-aliran
tersebut intinya saling membenarkan salah satu aliran itu, dan menyalahkan
aliran yang yang lain dengan menganggap dirinya yang benar, yang lain salah
bahkan disebut kafir.
Seperti halnya aliran-aliran pada
umumnya, sebenarnya aliran terbentuk dari kesatuan kelompok yang utuh, namun
dikarenakan adanya suatu hal sehingga terpecah menjadi beberapa aliran-aliran
dan sekte-sekte. Tiap-tiap aliran memiliki paham masing-masing sesuai yang dianggap
benar oleh aliran tersebut sehingga tiap-tiap aliran mempunyai cirri khas
masing-masing, begitu pula aliran yang datang di kala kekhalifahan tersebut.
Aliran Khawarij merupakan salah satu
aliran yang telah muncul dari masa kehalifahan Ali.Aliran ini popular dengan
sebagai aliran yang ekstrim. Aliran ini juga memiliki paham yang berbeda dengan
aliran-aliran yang lainnya. Aliran ini terbentuk juga bukan karena suatu
kebetulan, akan tetapi pasti ada faktor-faktor yang mendorong terbentuknya
aliran ini.
Oleh karena itu penting bagi kita
mengetahui faktor-faktor terbentuknya aliran ini,tak hanya itu kita juga perlu
membahas bagaimana perkembangan aliran ini, beserta sekte-sektenya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan yang telah
dipaparkan di atas, dapat diambil rumusan masalah, berikut di bawah ini.
1.
Apa saja faktor-faktor pendorong terbentuknya
aliran Khawarij?
2.
Bagaimana
ajaran dan perkembangan dari aliran Khawarij?
3.
Apa
saja sekte-sekte yang terbentuk dari aliran Khawarij?
BAB II
KAUM KHAWARIJ
A.
Sejarah munculnya kaum Khawarij
Perundingan antara Ali bin Abi Thalib
dan Muawiyah ternyata tidak berhasil menyelesaikan pertentangan di antara
mereka. Hal ini membuat kaum Khawarij bertambah marah dan kecewa terhadap Ali
bin Abi Thalib. Dalam hal ini, sebenarnya kaum khawarij tidak konsisten, karena
sebagaimana pendukung Ali yang lain, mereka semula juga mendorong Ali agar
menerima baik usul penyelesaian sengketa dengan Muawiyah melalui arbitrase.[1]
Akan tetapi mereka menyalahkan Ali bin Abi Thalib karena menerima perundingan
pemberontak.
Kaum Khawarij memandang bahwa Ali bin
Abi Thalib, Muawiyah, Amr bin ‘Ash, Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain yang
menerima arbitrase adalah kafir. Semboyan mereka adalah la hukma ila Allah, Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Kaum ini
menganggapbahwa mereka yang dianggap kafir berarti telah keluar dari Islam dan
harus dibunuh.
Ajaran fundamental kaum Khawarij yang
timbul dari idealisme mereka yaitu penolakan mereka atas pandangan bahwa iman semata-mata
sudah mencukupi. Mereka berpandangan bahwa amal adalah bagian esensi dari iman.
Sehingga orang dikatakan tidak beriman apabila tidak melakukan perbuatan baik
atau melakukan dosa besar.
Oleh karena itu, konsep kafir dalam
pandangan mereka menjadi berkembang. Yang dipandang kafir oleh mereka tidak
hanya orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan terhadap Ali bin Abi Thalib
dan menerima tahkim saja, tetapi orang yang berbuat dosa besar, yaitu murtakib al-kabair, juga dipandang
kafir.[2]
Teori pokok mereka yang lain berhubungan
dengan kekhalifahan. Sebagai penganut paham persamaan, mereka menolak pandangan
yang menganggap bahwa kedudukan khalifah hanya terbatas pada suku Quraisy saja.
Menurut mereka, seorang khalifah atau imam harus memiliki karakteristik
tertentuterutama berlaku adil dan mampu menjalankan syariat Islam. Kalau sikap
adil hilang dan menyeleweng dari ajaran Islam, maka wajib dijatuhkan atau
dibunuh. Paham kaum Khawarij ini juga
berlaku pada khalifah pada dinasti Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
B.
Ajaran dan Perkembangan umat Khawarij
Ajaran-ajaran pokok firqoh Khawarij ialah khalifah, dosa, dan imam. Apabila firqoh
Syi’ah berpendapat bahwa khalifah itu bersifat waratsah, yaitu warisan
turun-temurun, dan demikian pula yang terjadi kemudian khalifah-khalifah Bani
Ummayah dan Bani Abbasiyah, maka berbeda sama sekali pendirian khawarij ini
tentang khalifah. Mereka menghendaki kedudukan khalifah terpilih bebas secara
demokrasi melalui pemilihan bebas.[3]
Dosa yang ada hanyalah dosa besar saja,
tidak ada pembagiah dosa besar atau dosa kecil. Semua pendurhakaan kepada Allah Swt adalah berakibatan dosa besar.
Pendapat khawarij ini berbeda dengan paham Sunni yang membagi ada dosa besar
dan dosa kecil. Dosa kecil disebut sayyi’at.
Latar belakang Khawarij menetapkan dosa
itu hanya satu macamnya, yaitu dosa besar saja, dengan dalih mereka berdosa dan
setiap yang berdosa adalah kafir. Menurut Sunni, bahwa orang Islam yang
melakukan dosa tidaklah kafir. Ia tetap Islam, hanya saja sebagai Muslim yang
ber-maksiat.
Sekalipun asal mula gerakan Khawarij iyu
masalah politik semata, namun berkembang menjadi corak keagamaan. Mereka
berwatak keras, hal ini mencerminkan tabiat orang Arab Badui yang mudah emosi.
Menurut paham Sunni, unsur imam ialah
membenarkan dalam hati (at tashdiq bil
qalbi) dan pengakuan dengan ucapan lisan (al-iqrar bil lisan). Mengenai amal ibadah, sepeti shalat, puasa,
zakat, dan lain-lain merupakan kesempurnaan iman. Perbedaan pandangan tentang iman dan kafir menurut Khawarij dan Murji’ah
tampak sekali sempit dan kelonggrannya.
Syi’ah meletakkan taqiyyah sebagai strategi perjuangan, maka firqoh Khawarij tanpa tedeng aling-aling dan tanpa kompromi menolak
adanya taqiyyah.[4]
Bila menurut firqoh Mu’tazilah
orang yang berdosa besar itu dianggapnya itu tidak Islam dan tidak pula kafir
atau al-manzilah baina al-muzilatain,
maka fiqroh khawarij dalam hal ini
pendiriannya lebih ekstrem.
Ciri khusus orang-orang Khawarij
mempunyai pandangan yang radikal dan ekstrem, kecuali al-ibadiyah yang
pendapatnya agak moderat. Adapun aliran-aliran Khawarij radikal,
antara lain aliran Al-Ajaridah. Mereka berpendapat:
1. Tidak mengakui surat Yusuf termasuk
ayat-ayat Al-Qur’an.
2. Aliran al-Ajaridah tidak menghalalkan harta
bendnya, kecuali pemiliknya dibunuh. Berbeda sekali dengan aliran al-Azariqah
yang menghalalkan harta benda orang yang menentangnya dalam segala keadaannya.
3. Menghalalkan menikahi cucu perempuannya
sendiri, dancucu kemenakannya. Karena yang dilarang dalam Al-Qur’an ialah
menikahi anak perempuannya sendiri atau menikahi keme-nakan perempuan.
C.
Sekte-sekte Kaum Khawarij
Khawarij pada umumnya terdiri dari
orang-orang Arab Badui. Golongan Khawarij merupakan golongan yang paling gigih
membela mazhabnya dan mempertahankan pendapatnya serta pada umumnya ketat
beragama dan mudah menyerang pihak lain.[5]
Maka tak jarang jika dalam kalangan
mereka sendiri mudah terjadi perbedaan pandangan sehingga timbul sejumlah
golongan dan sekte yang memiliki paham dan ajaran tersendiri yang saling
berbeda dan bertentangan. Macam-macam sekte dalam kaum khawarij yaitu sebagai
berikut:
1. Al-Muhakkimah
Sekte ini
merupakan generasi pertama dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali dalam perang
Shiffin. Namun mereka keluar dari barisan Ali dan melakukan pemberontakan
kepadanya. Para pemimpin mereka adalah Abdullah ibnu Kawwa’. Attab ibn
al-A’war, Abdullah ibn Wahhab ar-Rasibi,
Urwah ibn jarir, Yazid ibn ‘Ashim al-Muharibi dan Harqush ibn Zuhair al-Bajali.
Mereka disebut
al-Muhakkimah sesuai dengan prinsip golongan mereka “la hukma ila Allah” (tidak ada hukum selain hukum Allah). Dengan
prinsip tersebut, mereka berpandangan bahwa tidak sah menetapkan hukum selain
hukum Allah yaitu Al-Qur’an.[6]
Pada mulanya
golongan al-Muhakkimah ini mendasarkan pada dua persoalan yang fundamental.
Yang pertama adalah pembaruan yang
berkenaan dengan imamah karena mereka memperbolehknya kepada orang lain selain
orang Quraisy. Kedua adalah karena
mereka mempertahankan pandangan bahwa Ali bin Abi Thalib bersalah lantaran
mengizinkan arbitrase sebab pada waktu itu dia menunjuk seseorang menjadi hakim
terhadap suatu masalah, padahal Allah adalah satu-satunya hakim.[7]
2. Al-Azariqah
Pemberian nama
sekte ini dinisbahkan pada pendirinya,Abi Rasyid Nafi’ bin al-Azraq. Dia
khalifah pertama yang oleh pengikutnya diberi gelar Amirul Mu’minin.
Menurut para
ahli sejarah,sekte ini dikenal paling ekstrim dan radikal dari pada sekte
lainnya di kalangan Khawarij. Hal ini ditandai dengan dipergunakannya term
musyrik bagi orang yang melakukan dosa besar, sedangkan sekte lain dari
Khawarij hanya menggunakan term kafir. Term musyrik dalam Islam merupakan dosa
yang paling besar melebihi dosa kafir. Jadi, pada sekte ini menyebut musyrik
bagi mereka yang tak mengikuti paham al-Azariqah.
3. Al-Najdah
Nama sekte ini
berasal dari nama pemimpin mereka, Najdah bin Amir al-Hanafi. Sekte ini
merupakan sekte yang kontra terhadap sekte al-Azariqah karena mereka tidak
setuju dengan term musyrik. Di antara
pandangan sekte an-Najdah adalah sebagai berikut:
a. Orang yang melakukan dosa besar menjadi
kafir dan kekal di dalam neraka, namun apabila yang melakukan hal tersebut
adalah pengikutnya akan mendapat siksa tetapi tidak di dalam neraka jahanam.
b. Bila melakukan dosa kecil secara terus
menerus akan berakibat pada dosa besar yang nantinya bisa menjadi musyrik,
tetapi melakukan zina, minum khamer yang dilakukan secara tidak tidak
terus-menerus tidak termasuk musyrik bila sepaham dengan mereka.
c. Manusia pada hakekatnya tidak
membutuhkan imam.
d. Diperbolehkan taqiyah baik dalam
perbuatan maupun perkataan.
4. Al-Ajaridah
Al-Ajaridah adalah pengikut Abdul
Karim bin Ajrad. Dia adalah pemimpin sekte khawarij yang lebih lunak
dibandingkan pemimpin sekte khawarij lainnya. Menurut mereka, hijrah bukan
merupakan kewajiba, tetapi kebajikan sehingga bila pengikutnya tinggal di luar
kekuasaan mereka, tidak dianggap kafir.
Sekte ini terbagi atas tiga sub
sekte, yaitu:
a. Shilatiyah,kelompokini memisahkan
pandangannya dari sub sekte yang lain dengan pernyataan bahwa seseorang tidak
bisa mewarisi dosa orang tuanya dan seseorang tidak dapat dimusuhi sebelum
menerima dakwah Islam.
b. Maimunawiyah, berpendapat bahwa
perbuatan manusia ditentukan oleh kehendak manusia sendiri dengan potensi yang
diberikan oleh Allah.[8]
c. Asy-Syu’aibiyah dan al-Hazmiyah.
Kelompokini bertentangan dengan pendapat yang menyatakan bahwa Allahlah yang
menetukan perbuatan manusia.[9]
5. Ash-Sufriyah
Pemimpin
golongan ini ialah Zaid Ibn al-Asfar. Dalam faham, mereka dekat dengan golongan
al-Azariqah dan oleh karena itu mereka juga tergolong ekstrim pula. Namun ada
hal-hal yang membuat mereka kurang ekstrim dari yang lain adalah sebagai
berikut:
a.
Orang
Sufriyah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir.
b.
Mereka
tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh.[10]
c.
Tidak
semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar adalah musyrik.
d.
Daerah
golongan Islam yang tak sefaham dengan mereka bukan daerah yang boleh
diperangi.
e.
Kufr
dibagi dua: kufr bi inkar al-ni’mah yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan kufr bi
inkar al-rububiyah yaitu mengingkari Tuhan. Dengan demikian term kafir tidak
selamanya harus berarti keluar dari Islam.[11]
6. Al-Ibadiyah
Golongan ini
merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan khawarij. Namanya
diambil dari Abdullah Ibn Ibad, yang pada tahun 636 M, memisahkan diri dari
golongan al-Azariqah. Paham moderat mereka dapat dilihat dari ajarran-ajaran
berikut:
a.
Orang
Islam yang tak sefaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukanlah musyrik,
tetapi kafir. Dengan orang Islamyang demikian boleh diadakan hubungan
perkawinan dan hubungan warisan, syahadat mereka dapat diterima. Membunuh
mereka adalah haram.[12]
b.
Daerah
orang Islam yang tak sefaham dengan mereka, kecuali camp pemerintah merupan dar
tawhid, daerah orang yang meng-Esa kan Tuhan, dan tak boleh diperangi. Yang
merupakan dar-kufr, yaitu daerah yang harus diperangi, hanyalah ma’askar
pemerintah.[13]
c.
Orang
Islam berbuat dosa besar adalah muwahhid, yang meng-Esa kan Tuhan, tetapi bukan
mukmin dan kalaupun kafir hanya merupakan kafir al-ni’mah dan bikan kafir
al-millah, yaitu kafir agama.
d.
Yang
boleh dirampas dalamperang hanyalah kuda dan senjata. Emas dan perak harus
dikembalikan kepada yang punya.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan
dari rumusan masalah makalah ini,
maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa
arbitrase yang dilakukan Ali dan Muawiyah menimbulkan perpecahan sehingga muncullah
golongan-golongan, termasuk kaum Khawarij merupakan kaum yang pada mulanya
berpihak pada Ali. Namun, karena ketidaksetujuan kaum ini kepada keputusan
Ali tersebut.
Kaum khawarij merupakan golongan kaum
yang terkenal keras atau radikal. Kaum
ini menganggap mereka yang tak sepaham dengan mereka adalah kafir.
Ternyata tak hanya pengikut Ali saja
yang mengalami perpecahan menjadi beberapa golongan. Namun, golongan itu
sendiri juga mengalami perpecahan, seperti golongan Khawarij, mereka juga
terpecah menjadi beberapa sekte-sekte, seperti yang terkenal saat itu diantaranya:
Al-Muhakkimah, Al-Azariqah, an-Najdad, al-Ajaridah, al-Ibadiah, dan
al-Shufriyah.
Jadi,
aliran-aliran atau golongan-golongan, serta sekte-sekte bisa terbentuk karena
adanya suatu perpecahan faham.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhri,
Amat. 2010. Warna-Warni Teologi Islam. Pekalongan:
STAIN Press
Nasution,
Harun.1972. Teologi Islam. Jakarta:
Yayasan Penerbit Universitas Indonesia
Nasir,
Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[1] Amat Zuhri, Warna-Warni
Teologi Islam ( Pekalongan: STAINPress, 2010,.hlm 27.
[2] Amat Zuhri. Ibid.hlm. 29.
[3] Dr. K.H. Sahilun A. Nasir, M.Pd.I. Pemikiran Kalam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), cet.I, hlm.
131.
[4] Dr. K.H. Sahilun A. Nasir, M.Pd.I. Ibid. hlm.135.
[5]Amat Zuhri. Op.Cit. hlm. 30.
[6] Amat Zuhri. Ibid. hlm. 31.
[7]Amat Zuhri. Ibid. hlm. 31.
[8] Amat Zuhri. Ibid. hlm. 34.
[9] Amat Zuhri Ibid. hlm. 34.
[10] Harun Nasution. Teologi Islam
(Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1972), hlm.17.
[11] Harun Nasution. Ibid. hlm.
18.
[12] Amat Zuhri. Op. Cit. hlm
35.
[13] Harun Nasution. Op. Cit.
hlm 19.
[14] Amat Zuhri. Op.Cit hlm. 35.
Post a Comment