Bagi
anda yang ingin mendownload filenya, silahkan klink dibawah ini!
Download Makalah Lain :
Analisis Terhadap Psikologi Agama
Download
Pengaruh Psikologi Agama Terhadap Perilaku Peserta Didik
Download
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Download
Power Point
Download
Analisis Terhadap Psikologi Agama
Download
Pengaruh Psikologi Agama Terhadap Perilaku Peserta Didik
Download
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Download
Power Point
Download
BAB
I
PENDAHULUAN
Sejak
mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami
kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Turki Usmani di Turki, Mughal di
India, dan Safawi di Persia. Dari ketiganya, Turki Usmani adalah yang terbesar dan
terlama, dikenal juga dengan imperium islam. Dengan wilayahnya yang luas
membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan hingga Asia Tengah, Turki
Usmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama, Turki usmani mampu
berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. Tentunya hal ini membawa
kesan tersendiri bahwa kerajaan Turki Usmani mampu membawa masyarakat islam
dalam keajayaan selama 6 abad.
Makalah
ini berusaha memaparkan kembali sejarah peradaban islam pada masa Turki Usmani yang penuh dengan suasana
politik. Makalah
ini juga akan
berusaha menjelaskan bagaimana berdirinya
Kerajaan
Turki
Usmani
ini sehingga Turki Utsmani ini
mampu
menjadi kerajaan islam yang paling hebat sepanjang masa, dan juga bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan serta
bagaimana Kerajaan Turki
Utsmani ini mengalami keruntuhan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN UTSMANI
Pendiri
kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mendiami daerah utara
negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak.
Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10, ketika mereka menetap di asia
tengah. [1]
Di bawah tekanan serangan Mongol pada abad
ke-13, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian ditengah-tengah saudara
mereka, orang-orang Turki Saljuk, di
daratan tinggi Asia kecil.
Di bawah pimpinan Ertoghul, mereka
mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang
berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapatkan
kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia
kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah
barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.[2]
Sepeninggal Ertogul, atas
persetujuan Aluddin, kedudukan ertogul di gantikan oleh puteranya yang bernama
Utsman yang menjadi pimpinan kelompok Turki ini antara tahun 1281-1324 M.
Serangan mongol yang terjadi pada tahun 1300 menjadikan dinasti nin
terpecah-pecah menjadi sejumlah kerajaan kecil. Dalam kondisi kehancuran saljuk
inilah, Utsman mengklaim kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang
didudukinya, sekaligus memproklamirkan berdirinya kerajaan turki Utsmani.
Kekuatan militer Utsmani menjadi benteng pertahanan sultan dinasti-dinasti
kecil dari ancaman bahaya serangan mongol. Dengan demikian secara tidak langsung
mereka mengakui Utsman sebagai penguasa tertinggi dengan belgelar ”Padinsyah
Ali-Utsman”.[3]
Penguasa pertama adalah Utsman yang disebut
juga dengan Utsman I. Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah
Al-Utsman (Raja besar keluarga Utsman) pada tahun 699 H (1300 M) sedikit demi
sedikit wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah Perbatasan
Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian tahun 1326 M di jadikan sebagai ibu kota kerajaan
Turki Utsmani.
Pada
masa pemarintahan Orkhan (1326-1359 M) Turki Utsmani dapat menaklukan Azumia
(1327 M), Tasasyani (1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1354 M), Galipoli
(1356 M). Daerah ini merupakan bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki
oleh kerajaan Utsmani.[4]
Ketika
Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia
melakukan perluasan daerak ke benua
Eropa. Ia dapat menaklukkan Ardianopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh
wilayah bagaian Yunani. Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad
I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya Paus mengobrkan semangat
perang. Sejumlah pasukan besar sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur
Turki Utsmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Honggaria. Namun Sultan
Bayazid I (1389-1403 M) pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu
Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang sangat
gemilang bagi umat Islam.
Turki
Utsmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat
peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel
pada tahun 1453 M.
Ibu
kota Bizantium itu akhirnya dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam dibawah Turki
Utsmani pada masa pemerintahan Sultan Muhammad II yang belgelar Al-Fatih (sang
penakluk). Telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha
menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng di kota
tua itu.
Dengan
terbukanya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan
Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Utsmani ke benua Eropa. Dan
wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki Utsmani karena ekspansi
Turki Utsmani juga dilakukan ke wilayah ini, bahkan sampai ke pintu gerbang
kota Wina, Austria.[5]
Akan
tetapi, ketika Sultan Salim I (1512-1520 M) naik tahta, ia mengalihkan
perhatian ke arah timur dengan penaklukkan Persia, syiria dan Dinasti Mamalik
di Mesir. Usaha Sultan Salim ini di kembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni
(1520-1566 M). Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rhodes,
Tunis, Budhapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki Utsmani pada
masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Syiria,
Hijaz, dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, tunis dan Aljazair di Afrika, Bulgaria,
Yunani, Yugoslafia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Kerajaan
Turki Utsmai yang memerintah hampir tujuh abad lamanya (1299-1924 M),
diperintah oleh 38 Sultan.
Kejayaan
Turki Utsmani dialami pada abad ke-16, sehingga pada saat itu daerah
kekuasaannya itu membentang dari Selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang
kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspienne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika
barat. Penduduk Dinasti Turki Utsmani terdiri dari bangsa Eropa yang Berasal
dari Hongaria dan bahkan yang beragama Nasrani dan mereka ini pula yang
melanjutkan pengaruh Barat menjangkit kepada minoritas Turki yang ada di tempat
itu.[6]
Berikut adalah tabel dari penguasa-penguasa di Kerajaan Turki Utsmani
No.
|
Nama Khilafah
|
Masehi
|
No.
|
Nama Khalifah
|
Masehi
|
1.
|
Utsman
I
|
1299
|
22.
|
Musthofa II
|
1695
|
2.
|
Urkhan
|
1326
|
23.
|
Ahmad III
|
1703
|
3.
|
Murad
I
|
1339
|
24.
|
Mahmud I
|
1730
|
4.
|
Bayazid
I
|
1389-1401
|
25.
|
Utsman III
|
1754
|
5.
|
Muhammad
I
|
1403
|
26.
|
Musthofa III
|
1757
|
6.
|
Murad
II
|
1421
|
27.
|
Abdul Hamid I
|
1774
|
7.
|
Muhammad
II
|
1451
|
28.
|
Salim III
|
1789
|
8.
|
Bayazid
II
|
1481
|
29.
|
Musthofa IV
|
1807
|
9.
|
Saim
I
|
1512
|
30.
|
Mahmud II
|
1808
|
10.
|
Sulaiman
I
|
1520
|
31.
|
Abdul Majid I
|
1839
|
11.
|
Salim
II
|
1566
|
32.
|
Abdul Aziz
|
1861
|
12.
|
Murad
II
|
1574
|
33.
|
Murad V
|
1876
|
13.
|
Muhammad
III
|
1595
|
34.
|
Abdul Hamid II
|
1876
|
14.
|
Ahmad
I
|
1603
|
35.
|
Muhammad Rasyid V
|
1909
|
15.
|
Musthofa
I
|
1617, 1622
|
36.
|
Muhammad
Walid al-Din
|
1918-1922. [7]
|
16.
|
Utsman
II
|
1618
|
|||
17.
|
Murad
IV
|
1623
|
|||
18.
|
Ibrahim
|
1640
|
|||
19.
|
Muhammad
IV
|
1648
|
|||
20.
|
Sulaiman
II
|
1678
|
|||
21.
|
Ahmad
II
|
1691
|
B.
ASPEK ILMU PENGETAHUAN
Tempat
pendidikan Secara umum pada masa dinasti usmaniyah tidak terlalu memfokuskan
perhatian terhadap ilmu pengetahuan, sehingga mengakibatkan Bidang ilmu
pengetahuan kurang begitu menonjol, tidak seperti Dinasti islam
sebelumnya, akan tetapi ada beberapa titik kemajuan yang terlihat yaitu pada
masa sultan Muhammad al-fatih.
Sultan
Muhammad Al-fatih dikenal sebagai seorang yang demikian cinta ilmu dan para
ulama. Oleh sebab itulah, dia sangat menaruh perhatian pada sekolah-sekolah dan
akademi-akademi diseluruh wilayah kekuasaannya. Dia mengarahkan segenap daya
upayanya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan pembangunan madrasah serta
akademi-akademi. Dia memasukkan beberapa perubahan dalam sistem pengajaran dan
sekaligus mengawasi langsung perubahan kurikulum, serta berusaha untuk
mengembangkannya. Sultan berkeinginan kuat untuk menyebarkan sekolah-sekolah
dan akademi-akademi itu disemua kota besar ataupun kecil, demikian pula dengan
desa-desa terpencil. Dia mengorganisir sekolah-sekolah dan mengaturnya dalam
jenjang dan tingkatan-tingkatan, lalu disusunlah kurikulum, serta ditentukan
pula ilmu-ilmu yang harus diajarkan disetiap level. Selain disusun sistem ujian
untuk semua siswa. Pendidikan diberikan gratis. Sedangkan materi-materi yang
diajarkan meliputi tafsir, hadits, sastra, balaghah, ilmu-ilmu kebahasaan,
arsitektur dan lain-lain.[8]
Disamping
masjid konstantinopel dibangun pula delapan buah sekolah. Emat sekolah
diantaranya memiliki ruangan yang luas, tempat dimana para siswa kelas akhir
berada. Disekolah-sekolah ini dibuatkan asrama siswa, lengkap dengan tempat
tidur dan ruang makan. Sultan memberikan beasiswa bulanan kepada mereka. Masa
belajar berlangsung selama setahun.[9]
Sistem yang digunakan disekolah-sekolah Utsmani adalah sistem jurusan. Ilmu-ilmu
yang bersangkut paut dengan ilmu-ilmu naqliyah
(nash) dan teori memiliki jurusan khusus, demikian pula halnya dengan
ilmu-ilmu terapan yang juga memiliki jurusan khusus.
Disamping sekolah-sekolah dan
akademisi-akademisi kepedulian akan ilmu pengetahuan juga terlihat dari
perpustakaan-perpustakaan yang dibangun di sekitar sekolah dimana pengelolaan
perpustakaan tersebut sangat tertib, terbukti dengan keteraturan catatan
peminjaman.
Penerjemahan
kitab-kitab pada masa sultan al-fatih telah dilakukan penerjemahan
khazanah-khazanah lama dari bahasa yunani, latin, Persia dan arab kedalam
bahasa turki, salah satu buku yang diterjemahkan adalah masyahir al-rijal
(orang-orang terkenal) karya poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan ke
bahasa turki adalah buku karangan abu al-qasim al-zaharowi al-andalusi, seorang
ahli kedokteran yang berjudul al-tashrif fi al-thibbi. Buku ini kemudian diberi
tambahan pembahasan alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi
operasi bedah.
D. KEMUNDURAN TURKI
UTSMANI
Fase kemunduran Turki Utsmani
berjalan secara perlahan, sehinggan Turki Utsmani masih mampu bertahan selam
alebih kurang tiga abad. Fase kemunduran ini dtandai dengan melemahnya semangat
perjuangan prajurit Utsmani yang menyebabkan kekalahan dalam menghadapi
sejumlah peperangan, ekonomi semakin memburuk dan system pemerintahan tidak
berjalan semestinya.[10]
Setelah sultan Al qanuni wafat (1566
M), kerajaan turki Utsmani mulai memasuki fase kemunduran. Sultan Sulaiman Al
qanuni digantikan oleh sultan Salim II (1556-1573 M). Di masa pemerintahannya
terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan utsmani dengan armada laut
Kristen yang terdiri dari angkatan laut di Spanyol, angkatan laut Bundukia,
angkatan laut Sri Paus dan sevagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don
Juan dari Spanyol.
Pertempuran ini terjadi di selat
Liponto (Yunani). Dan dalam pertempuran ini Turki Utsmani mengalami kekalahan
yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa berikutnya,
Sultan Murad lll, pada tahun 1575 M, Tunisia dapat direbut kembali.
Pada masa Sultan Murad III
(1574-1595 M) kerajaan Turki Utsmani pernah berhasil menyerbu Kaukasus dan
menguasai Tiflis di laut hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibukota
kerajaan Syafawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia,
dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M
Namun karena kehidupan Sultan yang
tidak baik menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika
pemerinthan dipegang oleh parasultan yang lemah seperti Sultan Myhammad lll
(1595-1603 M)
Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M)
situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (1617-1623). Karena gejolak
politik dalam negeri tidak dapat diatasinya.
Pada masa Sultan Ibrahim (1640-1648)
berkuasa, orang-oramg Vinetia melakukan peperangan laut melawan dan mengusir
orang-orang Turki Utsmani dari Cyprus dan Creta.[11]
Periode ini Dunia Islam kalah dan tersingkirkan oleh kekuatan penjajahan Eropa
yang membawa semangat gold, glory, gospel. Semangat itu muncul sebagai ujung
tombak gereja untuk mengulangi kejayaan mereka pada saat menaklukkan Islam
melalui perang Salib.
Periode ini saat mulai terjadinya
perjanjian Carltouiz (karlowith), pada 26 Januari 1699 M antara Turki Utsmani
dengan Austria, Rusia, Polandia, Venessia, dan Inggris. Isi perjanjian tersebut
diantaranya adalah Austria dan Turki terikat perjanjian selama 25 tahun, yang
menyatakan; seluruh Hongaria (yang merupakan wilayah kekuasaan Turki Utsmani)
kecuali Translvonia dan kota banat, diserahkan sepenuhnya kepada Austria.
Sementara wiayah Camanik dan Polodia diserahkan kepada Polandia. Rusia
memperoleh wilayah-wilayah di sekitar Laur Azov. Sementara itu, Venessia dengan
diserakannya Athena kepada Turki menjadi penguasa di seluruh Valmartia dan Maria.
Dengan demikian perjanjian Carltouiz ini melumpuhkan Turki Utsmani menjadi
Negara yang kecil. Perjanjian itu terlaksana setahun kemudian (6 Januari 1700
M). Sejak itulah abad modern dimulai.[12]
Pada tahun 1770 pasukan Rusia
menalahkan Armada Utsmani di sepanjang pantai Asia Kecil, namun kemenangan
Rusia ini dapat direbut kembali oleh Sultan Mustafa III. Pada tahun 1774
penguasa Utsmani, Abdul Hamid, terpaksa menandatangani sebuah perjanjian dengan
Rusia yang berisi pengakuan kemerdekaann atas Crimea, dan penyerahan
benteng-benteng pertahanan di laut hitam
kepada Rusia serta pemberian izin bagi armada Rusia melintasi selat
antara laut hitam dan laut putih.
Sementara itu wilayah-wilayah
kekuasaan Turki Utsmani di timur mulai menyadari kemunduran Utsmani. Sebagian
wilayah ini mulai melancarkan pemberontakan dalam rangka untuk melepaskan diri
dari kekuasaan Turki Utsmani. Di Mesir yenissary bersekutu dengan Mamalik
melancarkan pemberontakan, dan sejak tahun 1772 Mamalik berhasil menguasai
mesir hingga datangnya Napoleon pada tahun 1789. Di Syria dan Libanon juga
terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh pimpinan Druz, Fahruddin. Ia
bergabung debgan gerakan Kurdi dan janbulat. Di Arab timbullah gerakann
pemurnian oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab, seorang pimpinan dataran tinggi Najd,
Arabia Tengah. Gerakan ini bergabung debgan kekuatan Ibn Sa’ud dan berhasil
memperluas wilayah kekuasaan di sekitar jazirah Arabia pada abad ke 18.
Banyak sekali factor yang turut
menyokong kemunduran Turki Utsmani. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Factor
iternal
·
Karena luas
wilayah kekuasaan serta buruknya system pemerintahan, sehingga hilangnya
keadilan.
·
Banyaknya
korupsi dan meningkatnya kriminalitas.
·
Heterogenitas
penduduk dan agama.
·
Kehidupan
istimewa yang bermegah-megahan.
·
Merosotnya
perekonomian Negara akibat peperangan yang sebagian besar peperangan turki
mengalami kekalahan.
2. Factor
eksternal
Munculnya
gerakan nasionalisme. Bangsa bangsa yang tunduk pada kerajaan turki selama berkuasa,
mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut. Kemudian ketika Turki mulai lemah
mereka bangkit untuk melawannya.juga karena terjadinya kemajuan teknologi di
barat khususnya bidang persenjataan. Turki selalu mengalami kekalahan karena
mereka selalu menggunakan senjata tradisional, sedangkan wilayah barat seperti
Eropa telah menggunakan senjata yang lebih maju.
Negara-negara
Arab menghadapi orang-orang Utsmaniyah, negara-negara Arab berada dalam dilema.
Pertama, mereka menghormati turki yang merupakan kekaisaran islam, yang
mencerminkan kesatuan muslimin dan ikatan mereka. Kedua, adalah keinginan
negara-negara ini untuk memerdekakan diri, dan membangun dirinya yang telah
tertinggal jauh dari negara-negara maju,
yang seringkali mengabaikannya. Gerakan-gerakan menuntut kemerdekaan ini lalu
berembus dengan kencangnya, diantara yang paling menonjol adalah sebagai
berikut:
·
Di mesir:
gerakan Ali Bek al-Kabir, kemudian gerakan Muhammad Ali.
·
Di Lebanon:
gerakan Fakhruddin Ma’ni, kemudian gerakan orang-orang shihabiyah.
·
Di Irak:
gerakan-gerakan Pasya, puncaknya adalah Sulaiman Pasya (Abu laila).
·
Di Yaman:
gerakan az-Zaidiyah
·
Di Jazirah
Arabia: berdirinya pemerintahan as-Saudi dengan fikrah Syaikh Muhammad Bin
Abdul Wahhab.[13]
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010) hlm. 194
[2] Ibid.,
hlm. 195
[3]
K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramoderen), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003) hlm. 544-545
[4] Samsul Munir Amin, Op.Cit., hlm. 196
[5] Ibid.,
hlm. 196
[6] Ibid.,
hlm. 197
[7] Philip K. Hitti, History of Arabs, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2008) hlm.
905-910
[8][8]
Ali muhammad Ash-shalabi,bangkit dan
runtuhnya khalifah utsmaniyah, ( jakarta Timur; PUSTAKA AL-KAUTSAR)
hal.179-180
[9] Ibid. Hal 180
[10] K. Ali, Op.Cit., Hal, 558
[11] Samsul Munir Amin, Op.Cit., Hal, 205-206
[12] M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher), 2007, Hal, 343
[13] Ahmad
Al-Usairi, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar Media), 2011, hal 370
Post a Comment