Bagi anda yang ingin
mendownload filenya lengkap, silahkan klik link dibawh ini!
PENDAHULUAN
Bimbingan merupakan
proses membantu orang perorangan dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungan
hidupnya (the process of helping individuals to understand themselves and
their world) dan konseling diartikan sebagai suatu proses interaksi yang
membantu pemahaman diri dan lingkuangan dengan penuh berarti, dan menghasilkan
pembentukan atau penjelasan tujuan-tujuan dan nilai perilaku di masa mendatang.
Bertumpu pada pengertian diatas, bimbingan dan konseling akan
sangat membantu lancaranya proses pembelajaran dalam suatu lembaga pendidikan,
apalagi pada masa sekarang ini, dimana para pelajar sudah banyak sekali mengalami
problematika-problematika kehidupan. Keadaan seperti ini sangat membutuhkan
suatu wadah (bimbingan dan konseling terutama di sekolah) untuk membantu para
pelajar agar ia bisa mengatasi
problematika yang ada sehingga ia bisa terus mengembangkan potensi yang
dimilikinya secara optimal.
Dilihat dari faktor-faktor yang melatar belakangi perlunya
pelayanan bimbingan dan konseling dilembaga pendidikan, maka nampaknya
kehadiran pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya merupakan keharusan,
tetapi juga menuntut suatu lembaga dan tenaga progesional dalam pengelolaannya.
Pembahasan berikut ini akan menguraikan tentang kedudukan dan konseling dalam
pendidikan dan bagaiman peranannya dalam mencapai tujuan pendidikan serta
fungsi bimbingan dan koseling tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan
Bimbingan Konseling dalam Pendidikan
Semua lembaga pendidikan
sekolah berpedoman pada tujuan pendidikan nasional bangsa dan usaha dasar
pembangunan nasional. Cita-cita nasional seperti tercantum pada pembukaan
Undang-undang Dasar 1945, ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk
mencapai cita-cita itu, dilaksanakan pembangunan nasioanal yang merupakan
rangkaian sejumlah program kegiatan di segala bidang yang berlangsung secara
terus menerus. Hakikat pembangunan nasional ialah pengembangan manusia
seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan dibidang
pendidikan jelaslah merupakan bagian intregral dari pembangunan nasional itu.[1]
Seperti
diketahui di dalam kegiatan pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan
formal, pada umumnya sekurang-kurangnya ada tiga ruang lingkup kegiatan
pendidikan, yaitu :[2]
1.
Bidang
instruksional dan kurikulum. Bidang ini mempunyai tanggung jawab dalam kegiatan
pengajaran dan bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan
sikap kepada peserta didik. Pada umumnya bidang ini merupakan pusat kegiatan
pendidikan dan merupakan tanggung jawab utama staf pengajaran (staf edukatif).
2.
Bidang
administrasi dan kepemimpinan. Bidang ini merupakan bidang kegiatan yang
menyangkut masalah-masalah administrasi dan kepemimpinan, yaitu masalah yang
berhubungan dengan cara melakukan kegiatan secara efisien, seperti kegiatan
perencanaan, organisasi, pembiayaan, pembagian tugas staf dan pengawasan
(supervisi).
3.
Bidang
pembinaan pribadi. Bidang ini mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
pelayanan agar para peserta didik memperoleh kesejahteraan lahiriyah dan
batiniyah dalam proses pendidikan yang sedang di tempuhnya, sehingga mereka
dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Kegiatan
pendidikan yang baik dan ideal, hendaknya mencakup ketiga bidang tersebut.
Sekolah atau lembaga pendidikan yang hanya menjalankan program kegiatan
intruksional (pengajaran) dan administrasi saja, tanpa memperhatikan kegiatan
bidang pembinaan pribadi peserta didik, mungkin hanya akan menghasilkan
individu yang pintar dan cakap, serta bercita-cita tinggi, tetapi mereka kurang
mampu dalam memahami potensi yang dimilikinya, dan kurang / tidak mampu untuk
mewujudkan dirinya dalam kehidupan masyarakat.
Hal tersebut
menyebabkan mereka mengalami kegagalan dan kesuksesan sewaktu terjun ke
masyarakat, meskipun nilai rapor atau IP yang diperolehnya cukup tinggi. Hal
inilah penyebab timbulnya apa yang sering disebut sebagai pengangguran
intelektual atau sarjana tidak siap pakai.[3]
Selain itu
timbulnya berbagai fenomena perilaku peserta didik dewasa ini seperti tawuran,
penyalahgunaan obat-obatan terlarang, perilaku seksual menyimpang, pencapaian
hasil belajar yang tidak memuaskan, tidak lulus ujian dan lain sebagainya,
menunjukkan bahwa tujuan pendidikan belum sepenuhnya mampu menjawab atau
memecahkan berbagai persoalan tersebut.[4]
Dalam
kondisi yang seperti inilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan
konseling yang memfokuskan kegiatannya dalam membantu para peserta didik secara
pribadi agar mereka dapat berhasil dalam proses pendidikan yang sedang
ditempuhnya. Melalui program pelayanan bimbingan dan konseling yang baik, maka
setiap peserta didik diharapkan mendapat kesempatan untuk megembangkan setiap potensi
yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga mereka dapat menemukan kebahagiaan
pribadi dan kemanfaatan sosial. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa
program pelayanan bimbingan dan konseling berusaha untuk dapat mempertemukan
antara kemampuan individu dengan cita-citanya serta dengan situasi dan
kebutuhan masyarakat.[5]
Disebutkan
juga bahwa hal yang menimbulkan kebutuhan akan pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah adalah demokratisasi dalam bidang pendidikan yang
mengakibatkan peserta didik dari berbagai lapisan dan suku dalam
masyarakat akan saling bertemu di gedung sekolah serta dihadapkan pada tuntunan
untuk saling mengerti dan saling menerima. Perkembangan teknologi, yang
mengakibatkan variasi besar dalam kesempatan dan tempat mendapat pekerjaan
serta dapat menyebabkan pengangguran karena tenaga manusia diganti dengan
tenaga mesin. Diferensiasi dalam program-program pendidikan sekolah yang
menimbulkan kesulitan bagi peserta didik dalam program pendidikan yang sesuai
dengan kemampuannya.[6]
Untuk dapat
melaksanakan kegiatan pembinaan pribadi peserta didik dengan baik diperlukan
petugas-petugas khusus yang mempunyai keahlian dalam bidang bimbingan dan
konseling. Dikatakan demikian karena beberapa alasan sebagai berikut:[7]
1.
Ada beberapa
masalah dalam pendidikan dan pengajaran yang tidak mungkin diselesaikan hanya
oleh guru / dosen sebagai staf pengajar, karena pada umumnya guru atau dosen
lebih banyak menggunakan waktunya untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dalam kegiatan pengajaran. Masalah tersebut misalnya, pengumpulan data
tentang peserta didik. Penyelesaian masalah pribadi atau sosial dan lain
sebagianya.
2.
Pekerjaan
menyelesaikan masalah pribadi dan sosial kadang-kadang memerlukan keahlian
tersendiri. Penangan masalah ini akan sangat sulit dilaksanakan oleh staf
pengajar yang telah dibebani tugas dalam bidang intruksional.
3.
Dalam
situasi tertentu kadang-kadang terjadi konflik antara peserta didik dengan guru
/ dosen, sehingga dalam situasi tersebut sangat sulit bagi guru / dosen untuk
menyelesaikannya sendiri. Untuk itu perlu adanya pihak ketiga yang dapat
membantu penyelesaian konflik tersebut.
4.
Dalam
situasi tertentu juga dirasakan perlunya suatu wadah atau lembaga untuk
menampung dan menyelesaikan masalah-masalah peserta didik yang tidak dapat
tertampung dan terselesaikan oleh peserta didik. Misalnya, bila ada seorang
siswa yang menghadapi masalah pribadi yang cukup serius. Para peserta didik
kadang-kadang merasa bukan wewenangnya untuk membantu peserta didik tersebut.
Sehingga bilamana bidang pembinaan pribadi bimbingan dan konseling tidak ada
atau tidak berfungsi, peserta didik tersebut akan tetap dalam keadaan
bermasalah, karena tidak adanya wadah dan tenaga yang dapat membantunya dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Dari uraian
sebelumnya jelaslah bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan, program
bimbingan dan konseling merupakan keharusan yang tidak dapat dipisahkan dari
program pendidikan pada umumnya. Apalagi dalam situasi sekarang ini, dimana
fungsi sekolah atau lembaga pendidikan formal tidak hanya membekali para siswa
dengan setumpuk ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mempersiapkan para peserta
didik untuk memenuhi tuntutan peerubahan serta kemajuan yang terjadi dilingkungan
masyarakat. Sebagaimana dikemukakan pada uraian terdahulu bahwa perubahan dan
kemajuan ini akan menimbulkan masalah, khususnya bagi para peserta didik itu
sendiri dan umumnya bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam dunia pendidikan.
Para peserta didik akan menghadapi masalah pemilihan spesialisasi, pemilihan
jurusan, pemilihan program, msalah belajar, masalah penyesuaian diri, masalah
pribadi dan social dan lain sebagainya yang membutuhkan penanganan dan bantuan
dari bidang pembinaan pribadi yang merupakan bagian integral dari keselurhan
system pendidikan nasional.
Dari
pembahasan di atas, dapatlah ditemukan kedudukan pelayanan bimbingan dan
konseling dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah, yaitu sebagai salah satu
upaya pembinaan pribadi peserta didik.
B.
Peranan
Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan
Ditinjau dari segi segi tujuan
pendidikan nasional yang telah digariskan dalan Undang-undang Republik
Indonesia No. 2 tahun 1989 tentqng Sitem Pendidikan Nasional, dikemukakan bahwa
:
Pendidikan Nasional bertujuan untuk memcerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhmya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dak
kebangsaan.[8]
Bila dijabarkan lebih lanjutnya, maka dalam hal kualifikasi ahli para
tamatan suatu sekolah atau lembaga pendidikan sekurang-kurangnya memiliki empat
kompetensi pokok, yaitu kompetensi religious, kompetensi akademis atau
profesional, kompetensi kemanusiaan dan kompetensi sosial.
Kompetensi religious yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri agar
tidak melanggar perintah Allah SWT dan sebaliknya, tidak memperturutkan
segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT.
Kompetensi akademis atau profesional adalah kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang harus dimiliki sesuai dengan bidangnya masing-masing serta
pengaplikasian ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Termasuk dalam kompetensi akademis atau professional ini adalah
kompetensi dalam melakukan tanggung jawab sesuai dengan keahliannya.
Sedangkan kompetensi kemanusiaan atau individual adalah kemampuan para
tamatan suatu lembaga pendidikan agar mampu mewujudkan dirinya sebagai pribadi
ayang mandiri untuk melakukan transformasi diri dan pemahaman diri. Pencapaian
kompetensi ini erat kaitannya dengan pencapaian kematangan dalam aspek
intelektual, emosional dan sosial.
Kompetensi kemasyarakatan adalah komampuan para tamatan sekolah atau
lembaga pendidikan untuk memahami bahwa dirinya merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengemban tugasnya sebagai anggota
masyarakat dan warga Negara Indonesia.
Keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah jelas dan seharusnya diarahkan
untuk mencapai terwujudnya keempat kompetensi itu pada setiap peserta didiknya.
Dapat dipahami tanpa masuknya pelayanan bimbingan dan konseling ke dalam system
pendidikan, para lulusannya mungkin hanya mampu memiliki kompetensi akademis
saja, akan tetapi tidak memiliki kompetensi kemanusiaan dan sosial. Sehingga
mereka tidak memiliki kemampuan transformasi diri, kematangan intelektual dan
emosional.
Dalam rangka itu, secara umum dapat dilihat
peranan pelayanan bimbingan dan konseling
dalam pendidikan, yakni sesuai dengan urgensi dan kedudukannya, maka ia
berperan sebagai penunjang kegiatan
pendidikan dan lainnya dalam
mencapai tujuan pendidikan yang telah digariskan melalui Undang-undang Republik Indonesia No. 2 tahun
1989. Peran ini dimanifestasikan dalam bentuk membantu para peserta didik untuk
mengembangkan kompetensi religious, kompetensi kemanusiaan dan kompetensi
social, serta membantu kelancaran para peserta didik dalam dalam pengembangan kompetensi akademik
dan professional sesuai dengan bidang yang ditekuninya melalui pelayanan
bimibingan dan konseling.[9]
Secara operasional peranan yang
dimainkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan seperti yang
dikemukakan di atas akan terwujud dalam tujuan dan fungsinya.
C.
Fungsi
Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan
a.
Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap
dirinya dan lingkungannya.
b.
Preventif, yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai
masalah yang mungkin terjadi dan berupaya mencegahnya, supaya tidak dialami
peserta didik.
c.
Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkemnbangan peserta
didik.
d.
Perbaikan ( penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif.
e.
Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih
kegiatan ekstra kurikuler, jurusan dan lain-lain dan untuk memantapkan
penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat dan
kepribadiannya.
f.
Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan untuk
mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kemampuan, dan kebutuhan peserta didik.
g.
Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu peserta didik agar
dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan kontruktif terhadap program
pendidikan, peraturan sekolah atau norma agama.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kedudukan bimbingan
dan konseling dalam pendidikan adalah sebagai alat untuk pemahaman terhadap
perkembangan peserta didik dan dapat
menjadi dasar bagi pengembangan strategi dan proses pembelajaran yang membantu
peserta didik mengembangkan perilaku-perilakunya yang baru. Perkembangan
peserta didik di sekolah meliputi aspek-aspek fisik, kecerdasan, emosi, sosial
dan kepribadian. Kenyataan menunjukan bahwa pada setiap peserta didik memiliki
karakteristik pribadi atau perlaku yang relatif berbeda dengan siswa lainnya.
Keragaman perilaku ini mengandung implikasi akan perlunya data dan pemahaman
yang memadai terhadap setiap peserta didik.
Peranan
pelayanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan sesuai dengan urgensi dan
kedudukannya, maka ia berperan sebagai penunjang kegiatan pendidikan lainnya
dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah digariskan melalui Undang-Undang
Republik Indonesia No.20 tahun 2003. Peran ini dimanifestasikan dalam bentuk
membantu para peserta didik untuk mengembangkan kompetensi religius, kompetensi
kemanusiaan dan kompetensi social, serta membantu kelancaran para peserta didik
dalam pengembangan kompetensi akademik dan professional sesuai dengan bidang
yang ditekuninya melalui pelayanan bimbingan dan konseling.
Adapun
fungsi dari bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
a.
Pemahaman
b.
Preventif
c.
Pengembangan
d.
Perbaikan (penyembuhan)
e.
Penyaluran
f.
Adaptasi
g.
Penyesuaian
B.
Saran
-
Mengingat pentingnya bimbingan dan konseling dalam pendidikan, maka
hendaknya pada setiap sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya harus ada
pelayanan tersebut.
-
Dalam pengelolaannya hendaknya menggunakan petugas- petugas khusus yang
mempunyai keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling.
-
Dalam pelaksanaannya fungsi-fungsi bimbingan dan konseling harus berjalan
dengan baik dan tepat guna.
DAFTAR
PUSTAKA
Hallen.
2002. Bimbingan dan Konseling.
Jakarta : Ciputat Pres.
Tohirin.
2007. Bimbingan dan konseling disekolah dan madrasah (berbasis intregasi)
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Winkel dan Hastutui,
Sri. 2004. Bimbingan dan Konseling di
Institusi Pendidikan.
Yogyakarta : Media Abadi.
Yusuf,
Syamsu dan Nurihsan A. Juntika. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
[1]W.s Winkel dan M.M Suhartuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan, ( Yogyakarta: Media Cetak, 2004), hal. 61.
[2]Hallen, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal.
37-38.
[3]Ibid, hal. 39.
[4]Tohirin, Bimbingan dan konseling
disekolah dan madrasah (berbasis intregasi), ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007) , hal.2 .
[6]W.s.
Winkel dan M.M. Sri Hastutui. Bimbingan Dan Konseling di Institusi
Pendidikan. (Yogyakarta : Media Cetak, 2004), hal. 46.
[8]Hallen, Op.Cit. hal. 54.
[9]Ibid, 55.
[10]Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 16-17.
Post a Comment